Pengaruh Makan Bergizi Gratis Terhadap Tumbuh Kembang Pesantren

oleh -781 Dilihat
ABDUL QUDUS

OLEH: ABDUL QUDDUS SALAM*)

STUNTING masih menjadi salah satu masalah krusial. Berdasarkan laporan Unicef (2023), prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen. Kondisi ini dapat berdampak negatif pada kemampuan belajar, produktivitas kerja, dan kualitas hidup jangka panjang. Menjawab persoalan ini, pemerintahan di bawah Presiden Prabowo meluncurkan Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini tidak hanya sekadar meningkatkan gizi anak Indonesia, melainkan juga memperkuat ekonomi lokal. Termasuk di lingkup pondok pesantren (Ponpes).

Dalam pogram MBG tersebut, pemerintah menggunakan dapur kolektif sebagai elemen kunci implementasinya. Dapur kolektif didirikan di berbagai daerah untuk memastikan penyediaan makanan bergizi itu dapat dilakukan secara efisien dan tepat sasaran. Khusus di lingkungan pesantren, pada 31 Desember 2024, Kementerian Agama (Kemenag) RI melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 10 Tahun 2024, telah memberikan panduan implementasi MBG di pondok pesantren

Pada dokumen visi-misi Presiden Prabowo Subiantto-Wapres Gibran Rakabuming Raka, program MBG termasuk dalam 8 program hasil terbaik cepat demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Secara garis besar, tujuan program MBG ada empat.  Pertama, mengatasi masalah stuting. Artinya, program ini bukan hanya memberikan nutrisi pada anak-anak sekolah, tetapi juga mengatasi masalah stunting dengan memberikan bantuan gizi kepada ibu hamil dan balita. Kedua, meningkatkan gizi dan nutrisi. Ketiga, meningkatkan prestasi akademis. Dan, tujuan keempat, mengentaskan kemiskinan ekstrem (Tempo.co).

Namun, program unggulan MBG ini memiliki konsekuensi terhadap beban anggaran negara. Baik itu bersumber dari anggaran langsung dari APBN maupun dari kementerian. Sejak program ini diluncurkan pada awal Januari 2025, mulai terasa beban anggaran tersebut. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, anggaran program MBG dari APBN 2025 dialokasikan sebesar Rp 71 triliun. Namun, anggaran itu tampaknya hanya cukup hingga Juni 2025. Dari hasil kalkulasi dengan menjangkau semua sasaran, maka untuk  menjalankan program MBG satu tahun penuh  diperlukann anggaran mencapai Rp 420 triliun. Presiden Prabowo sendiri memperkirakan total anggaran program MBG sebesar Rp 460 triliun satu tahun.

Dari sisi anggaran, jelas pelaksanaan program MBG ke depan memang cukup besar. Dengan begitu, konsekuensinya akan memangkas anggaran-anggaran di kementerian, lembaga dan badan. Sebab, kekuatan APBN masih terbatas. Belakangan untuk dapat mensupport kebutuhan anggaran program MBG tersebut, sejumlah wacana telah mengemuka. Salah satu di antaranya penggunaan dana zakat hingga pemotongan dana desa sebesar 20 persen.

Pelaksanaan Program MBG melalui Dapur Pesantren

Dapur pesantren adalah fasilitas berbasis pondok pesantren. Dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat pondok pesantren. Berdasarkan data dari Kementerian Sosial (2024), ada sebanyak 5.000 dapur kolektif telah didirikan di 34 provinsi untuk menyediakan MBG. Nah, sejatinya selama ini pondok pesantren telah memiliki kapasitan dan pengalaman dalam menyediakan makan bagi santri. Baik skala kecil, menengah maupun besar.

Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, misalnya. Pesantren itu memiliki santri hampir 42.000 santri yang tersebar di seluruh asramanya. Mulai asrama induk dan asrama-asrama lainnya. Pesantren ini pun mampu memberikan pelayanan makan setiap hari, dengan minimal 2 kali dalam sehari. Artinya, pondok pesantren memiliki kemampuan dan kapaitas dalam melaksanakan dapur seperti yang diharapkan. Setiap dapur dilengkapi dengan fasilitas masak, bahan pangan lokal, dan tenaga kerja terlatih, dirancang untuk memberdayakan pondok pesantren.

Dalam penyediaan makanan santri itu, pondok pesantren juga memanfaatkan bahan pangan seperti seperti beras, ikan, sayuran, dan protein lainnya. Kebutuhan itu disuplai oleh pesantren, petani, nelayan, dan masyarakat sekitar. Pada produksi makanan, mereka terdiri atas para ibu rumah tangga, anggota koperasi, dan tenaga lokal lainnya, Mereka sudah dalam keterpaduan mengolah bahan pangan menjadi paket makanan yang memenuhi standar gizi. Dengan dukungan pemerintah daerah dan desa, makanan itu kemudian didistribusikan langsung ke asrama-asrama dan pesantren.

MBG akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan melalui penguatan rantai pasok lokal. Sebagai contoh, ada koperasi petani di Jawa Tengah, kini telah mampu meningkatkan produksi hingga 30 persen karena ada permintaan rutin dari program MBG. Selain itu, UMKM yang terlibat dalam pengolahan makanan mengalami peningkatan kapasitas produksi hingga 25 persen (Kementerian Perindustrian, 2024).

Studi oleh Hoddinott et al. (2013) menyatakan, investasi pada program gizi memberikan pengembalian ekonomi sebesar USD 16 untuk setiap USD 1 yang diinvestasikan. Demikian juga dalam konteks program MBG. Tidak hanya meningkatkan gizi anak, melainkan juga menciptakan efek pengganda ekonomi di tingkat lokal.

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (2024), setiap Rp 1 triliun yang diinvestasikan dalam program ini menghasilkan dampak ekonomi hingga Rp 3 triliun melalui efek pengganda. Tidak terkecuali MBG yang dikelola melalui dapur pesantren. Tentunya, akan memiliki kontribusi besar dalam peningkatan ekonomi pondok pesantren maupun mayarakat sekitar.

Peran Masyarakat Lokal

Masyarakat memegang peran penting dalam keberhasilan MBG. Petani sekitar pondok pesantren menjadi pemasok utama bahan pangan seperti beras, sayuran, dan protein hewani. Begitu pula para nelayan di sekitar pondok pesantren maupun UMKM pangan sekitar pesantren. Mereka bisa dilibatkan dalam penyediaan ikan segar, olahan makanan, dan sejenisnya. Pendekatan seperti ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat. Menurut laporan Apindo (2024), keterlibatan masyarakat dalam MBG mampu meningkatkan pendapatan petani hingga 20 persen per tahun.

Dalam peta jalan menuju kursi pemerintahan, Presiden Prabowo-Wapres Gibran pun telah menempatkan program MBG sebagai fokus utama, yang pelaksanaanya melibatkan berbagai entitas dalam rantai pasok pangan. Misalnya, pondok pesantren, BUMDes, UMKM sekitar pesantren dan koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa Presiden Prabowo-Wapres Gibran memahami kompleksitas masalah pangan di Indonesia, dan meyakini bahwa solusi yang efektif memerlukan kolaborasi dari berbagai sektor.

Dengan demikian, program MBG bukan hanya sekadar solusi jangka pendek. Namun, juga upaya untuk membangun kerangka kerja yang inklusif dan berkelanjutan dalam penanganan isu pangan. Diperlukan langkah-langkah matang serta koordinasi terus menerus yang efektif dengan berbagai pihak terkait. Termasuk Badan Gizi Nasional (BGN). Keterlibatan BGN untuk benar-benar memastikan bahwa program ini tidak hanya sebatas menyediakan makanan, tetapi juga melakukan supervise bahwa makanan yang diberikan benar-benar aman, bergizi dan seimbang.

Peran masyarakat lokal, terutama sekitar pondok pesantren, memainkan peran sentral dalam keberhasilan MBG. Selain sebagai penyedia bahan pangan, mereka juga terlibat dalam pengawasan dan pengelolaan dapur pesantren. Pendekatan berbasis pesantren ini tidak hanya meningkatkan rasa memiliki, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial. Berdasarkan survei oleh Bappenas (2024), 85 persen responden menyatakan bahwa program ini meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

Keberadaan dapur pesantren memiliki dampak ekonomi luar biasa. Baik pertumbuhan ekonomi pesantren dan masyarakat lokal. Kebutuhan bahan baku dan pengelolaan makanan akan menjadi kebutuhan rutin harian mereka. Kebutuhan beras, lauk pauk, minyak, dan segala penunjangnya, untuk penyediaan makan tersebut. Kebutuhan beras bisa disediakan oleh pondok pesantren, Koperasi, unit usaha masyarakat sekitar dan BUMDes. Begitu pula kebutuhan sayuran, bumbu-bumbu, dan sejenisnya. Lalu, petani, peternak dan nelayan bisa menjadi suplier dari kebutuhan tersebut. Misalnya, kebutuhan telor dan ikan, bisa memanfaatkan peternak sekitar pesantren. Termasuk daging ayam dan hewan ternak lainnya.  Dengan memprioritaskan pemasok dari pesantren dan masyarakat lokal sekitar, maka pasti akan perekonomian pesantren bertumbuh dan mandiri.

 Tantangan dan Solusi

Tantangan utama pelaksanaan dapur pesantren antara lain menyangkut distribusi. Apalagi jumlah santrinya sangat banyak. Misalnya, dtetapkan standar 1.000-3.000 santri. Dengan jumlah itu maka tentu distribus menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, masalah pengawasan kualitas makanan. Kebersihan dan kelayakan gizi menjadi tantangan yang mesti menjadi perhatian bersama. Untuk mengatasinya, pemerintah dan pesantren dapat mengintegrasikan teknologi berbasis blockchain untuk transparansi rantai pasok. Selain itu, bisa memanfaatkan aplikasi monitoring berbasis AI untuk memastikan efisiensi distribusi.

Pelatihan dalam pelaksanaan kelayakan dalam program MBG berkelanjutan bagi tenaga kerja dapur pesantren, juga menjadi fokus utama dalam meningkatkan kualitas layanan. Pesantren dan masyarakat sekitar juga bertugas memantau kualitas makanan dan memberikan masukan untuk perbaikan program. Pendekatan ini memastikan keberlanjutan program serta meningkatkan rasa memiliki di kalangan masyarakat.

Kita semua menaruh harapan besar program MBG benar-benar menjadi solusi inovatif seperti empat tujuan di atas. Keterlibatan pondok pesantren dan masyarakat sekitar diharapkan menjadi bagian penting kesuksesan program ini. Ke depan MBG bisa menjadi salah satu model pembangunan berkelanjutan yang mendukung ketahanan pangan nasional dan pemberdayaan ekonomi. Jangan sampai justru menjadi kesempatan dalam kesempitan. Kita percaya ketegasan Presiden Prabowo. Semoga. (*)

*) ABDUL QUDDUS SALAM, Dosen Universitas Sunan Giri Surabaya, Aktifis Gerakan Pengabdian Santri Indonesia (GPSI)

 

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini



No More Posts Available.

No more pages to load.