Prof. Sadjijono Bedah RKUHAP Terbaru di UMSIDA, Soroti Perubahan Peran Kejaksaan dan Praperadilan

oleh -418 Dilihat
IMG 20250421 WA0025
Prof. Sadjijono paparkan sejumlah potensi implikasi hukum atas RKUHP terbaru.

KabarBaik.co – Seminar Nasional yang digelar Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) menghadirkan sejumlah pakar hukum ternama, salah satunya Prof. Sadjijono. Seminar ini turut diisi oleh Dr. Radian Salman, Dr. Prawitra Thalib, serta Direktur LKBH UMSIDA, Rifqi Ridlo Phahlevi. Forum tersebut membahas secara mendalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi terbaru yang tengah menjadi perhatian kalangan akademisi dan praktisi hukum.

Prof. Sadjijono dalam paparannya menyoroti tiga versi RKUHAP, yaitu versi 2023, versi Februari 2025, dan versi terkini yang dirilis pada 3 Maret 2025. Menurutnya, perubahan dari satu versi ke versi lainnya sangat signifikan dan menunjukkan arah kebijakan hukum acara pidana yang terus mengalami pergeseran. Hal ini dinilai perlu dikaji lebih dalam karena menyangkut asas keadilan dan kepastian hukum.

Salah satu poin utama yang disorot Prof. Sadjijono adalah hilangnya peran kejaksaan sebagai dominus litis dalam versi terbaru. Konsep dominus litis sendiri mengacu pada kedudukan jaksa sebagai pengendali perkara pidana sejak tahap penyidikan hingga penuntutan. Dalam rancangan terbaru, posisi itu tidak lagi dijadikan pusat kekuasaan perkara.

“Dalam rancangan ini, tampak kesan bahwa kejaksaan sebelumnya menjadi penguasa perkara. Itu dihilangkan,” ujarnya, Senin (21/4).

Selain itu, ia juga menyoroti persoalan Diferensiasi Fungsional atau pemisahan tugas antara penyidik, penuntut umum, dan hakim yang menurutnya belum terefleksi dalam RKUHAP versi 2023. Salah satu dampak nyata dari belum diterapkannya diferensiasi tersebut adalah penghapusan lembaga praperadilan yang selama ini berfungsi sebagai penguji atas tindakan aparat penegak hukum.

“Tidak lagi menguji sah atau tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum (Praperadilan). Tapi ada pemeriksaan pendahuluan,” terang Prof. Sadjijono.

Namun, dalam versi RKUHAP yang diperbarui per 3 Maret 2025, lembaga praperadilan telah dikembalikan. Kendati demikian, keberadaannya masih menyisakan persoalan, terutama dalam hal substansi putusan dan batasan upaya hukum yang bisa diajukan. Salah satu ketentuan yang dinilai bermasalah adalah larangan banding terhadap putusan praperadilan yang berkaitan dengan upaya paksa.

“Ini perlu menjadi perhatian. Ada ketimpangan dalam perlakuan hukum terhadap jenis putusan praperadilan,” tegasnya.

Tak hanya itu, Prof. Sadjijono juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap implementasi RKUHAP jika nantinya disahkan menjadi undang-undang. Ia mengingatkan bahwa konsep Diferensiasi Fungsional harus benar-benar dikawal oleh lembaga pengawas independen agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat hukum.

“Saya khawatir akan munculnya abuse of power (Penyalahgunaan kekuasaan) oleh Aparat Penegak Hukum. Maka dari itu, perlu ada pengawasan yang sungguh-sungguh terhadap implementasi RKUHAP,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Yudha
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.