Sebelum Seperempat Abad, Mereka Sudah Jadi Doktor

oleh -97 Dilihat
DOKTOR MUDA scaled
Dari kiri, Tania Septi Anggrain, Grandprix Thomryes Marth Kadja, Ruzjy Aflaha, dan Dewi Agustiningsih. (Foto-foto IST)

KabarBaik.co- Gelar doktor (S-3) belakangan tak lagi identik dengan uban dan pengalaman puluhan tahun. Di Indonesia, doktor-doktor muda terus bermunculan, memecah stereotip usia dengan kecepatan dan kecerdasan luar biasa.

Di antara mereka, empat pemuda ini menjadi bukti hidup bahwa mimpi akademik tertinggi bisa diraih sebelum seperempat abad. Bahkan, sambil bekerja, mengajar, atau bangkit dari keterbatasan ekonomi.

Grandprix Thomryes Marth Kadja: Sang Pemecah Rekor MURI

Usianya saat lulus itu masih 24 tahun, pada September 2017. Grandprix lulus S-3 Kimia ITB dan langsung tercatat di MURI sebagai doktor termuda Indonesia. Masuk kuliah S-1 UI di usia 16, lulus S1 di usia 19, lalu S2-S3 lewat beasiswa PMDSU. “Saya ingin anak Indonesia tak minder bersaing global,” katanya. Risetnya soal material petrokimia kini jadi andalan industri.

Rizky Aflaha: Fisikawan 25 Tahun yang Tak Pernah Lambat

Usianya 25 tahun 10 bulan, wisuda UGM Oktober 2025. Rizky menyelesaikan S-1 dalam 7 semester, S-2 dalam 1 tahun, S-3 dalam 3 tahun. Semuanya cum laude. “Pilih beasiswa yang tepat, fokus pada riset yang dicintai,” pesannya. Sebanyak 40 publikasi internasional di usia segitu? Luar biasa.

Tania Septi Anggraini: Dosen yang Lulus S=3 Sambil Mengajar

Usianya 25 tahun, wisuda ITB Mei 2025. Dosen tetap UPI ini jalani S-3 Teknik Geodesi sambil mengajar penuh waktu. “Membagi waktu justru bikin saya lebih kuat,” ujarnya. Disertasinya soal pemetaan bencana kini dipakai pemerintah daerah.

Dewi Agustiningsih: Dari Bidikmisi ke Doktor Kimia Termuda UGM

Usianya 26 tahun, wisuda UGM April 2025. Anak sopir angkot asal Banyuwangi ini lulus S-3 Kimia dalam 2 tahun 6 bulan, tercepat sekaligus termuda di angkatannya. “Beasiswa itu pintu, kerja keras yang bawa ke puncak,” katanya. Kini, ia dosen ITB, lanjut riset bahan farmasi dari alam.

Keempatnya memiliki benang merah. Akselerasi, beasiswa, dan dedikasi total. Mereka bukan pengecualia, mereka prototipe. Kemendiktisaintek menargetkan 1.000 doktor di bawah 30 tahun dalam 5 tahun ke depan lewat perluasan PMDSU dan KIP Kuliah. “Mereka adalah masa depan yang sudah tiba,” kata Prof. Nizam, Plt. Dirjen Diktisaintek.

Doktor-doktor muda ini bukan sekadar nama di daftar wisuda. Mereka adalah panggilan. Jika mereka bisa, mengapa Anda tidak? (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.