Sejarah Baru! Ini Negara Pertama di Dunia yang Melarang Rokok

oleh -340 Dilihat
IMG 20251103 080950

KabarBaik.co– Mulai Sabtu (1/11) kemarin, Maladewa resmi melarang semua produk tembakau bagi siapa saja yang lahir pada atau setelah 1 Januari 2007. Larangan ini mencakup pembelian, penggunaan, hingga penjualan. Kebijakan inu menjadikan Maladewa negara pertama di dunia yang menerapkan anti-tembakau secara nasional.

Presiden Mohamed Muizzu telah meratifikasi undang-undang ini sejak Mei lalu. Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa ini bagian dari komitmen untuk meindungi generasi muda dari racun tembakau, sekaligus memenuhi kewajiban Maladewa dalam Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau.

Aturan ketat juga berlaku bagi wisatawan. Sejak September 2024, mereka hanya boleh bawa maksimal 200 batang rokok, 25 cerutu, atau 250 gram tembakau lain untuk konsumsi pribadi. Kelebihan disita bea cukai, bisa diambil saat pulang (maksimal 30 hari).

Selain itu, mulai 15 November 2024, vape dan rokok elektrik juga dilarang masuk total. Pengecer wajib verifikasi usia. Pelanggaran? Sanksi tegas menanti.

Denda yang ditetapkan menyasar langsung pada pihak yang berpotensi melanggar hukum, yaitu para pengecer. Toko-toko, resort, maupun individu yang kedapatan menjual produk tembakau—rokok, cerutu, atau tembakau jenis lain—kepada individu yang lahir pada atau setelah 1 Januari 2007 akan dikenakan denda sebesar MVR 50.000 atau sekitar Rp 54.373.000. Jumlah yang fantastis ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera yang maksimal, sekaligus memaksa semua penjual di negara tersebut untuk menjalankan verifikasi usia yang ketat.

Sementara itu, bagi siapa pun, baik warga lokal maupun wisatawan, yang tertangkap menggunakan perangkat vape, sanksi yang dikenakan adalah denda sebesar MVR 5.000. Angka ini setara dengan sekitar Rp 5.437.300.

Antara Surga Wisata, Tantangan Iklim, dan Identitas Islam

​Republik Maladewa telah lama dikenal sebagai pusat pariwisata mewah global, sebuah rantai panjang pulau-pulau karang yang menawarkan keindahan alam tak tertandingi di Samudra Hindia. Jutaan wisatawan tertarik pada konsep resor uniknya yang menawarkan privasi dan eksklusivitas. Namun, di balik citra sebagai “surga,” negara ini menghadapi realitas yang berat, terutama risiko tenggelamnya pulau-pulau akibat kenaikan permukaan air laut, menjadikannya salah satu negara paling rentan di dunia terhadap dampak perubahan iklim.

Keseimbangan antara ekonomi dan kelestarian lingkungan menjadi krusial. Pendapatan negara Maladewa bergantung pada dua pilar utama, yaitu pariwisata dan perikanan. Sektor pariwisata menjadi sumber devisa terbesar, di mana resor-resor mewah (one island, one resort) menyumbang sebagian besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Sementara itu, Perikanan, khususnya tangkapan tuna, menjadi sektor tradisional terpenting kedua.M

Kendati Maladewa memiliki jangkauan maritim yang luas, ia merupakan salah satu negara terkecil di Asia dari segi luas daratan dan populasi.

Maladewa memiliki populasi yang relatif kecil, diperkirakan sekitar 521.000 jiwa. Identitas keagamaan negara ini sangat kuat. Islam Sunni adalah agama resmi negara, dan 100% penduduknya beragama Islam.

Keunikan ini terlihat dari penerapan nilai-nilai keagamaan yang ketat, di mana pulau-pulau resor sengaja dipisahkan dari pulau-pulau lokal (penduduk) untuk menjaga kemurnian budaya dan hukum Islam setempat.

Dengan perpaduan antara ketergantungan ekonomi yang tinggi pada sektor pariwisata internasional dan identitas Muslim yang kental, Maladewa terus berupaya menyeimbangkan modernitas dengan tradisi, sekaligus berjuang melawan ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh lingkungan global. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.