KabarBaik.co- Amuk si jago merah di kawasan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berlokasi di KEK Manyar, Kabupaten Gresik, Jatim, Senin (14/10) petang menambah daftar panjang terjadinya petaka di lingkup perusahaan tersebut. Selain di Gresik, PTFI juga memiliki pabrik penambangan di Papua.
Sebelumnya, insiden juga tercatat beberapa kali terjadi di PTFI Papua. Kasus kecelakaan kerja, misalnya. Selama operasional PTFI di Papua, kerap tersiar peristiwa yang merenggut nyawa.
Dari catatan yang dihimpun KabarBaik.co, beberapa kejadian memilukan itu antara lain pada Mei 2013. Saat itu, terjadi kecelakaan kerja akibat runtuhnya tambang bawah tanah Big Gossan. Tragedi itu merenggut nyawa hingga 28 orang.
Pada bulan yang sama, terjadi lagi kecelakaan kerja tambang bawah tanah Deep Ore Zone (DOZ) di Tembagapura dengan satu orang pekerja tewas. Lalu, 12 September 2014, tambang bawah tanah PTFI di area West Muck Bay, Tembagapura, mengalami longsor. Satu nyawa terenggut.
Tak cukup sampai di situ saja. Kecelakaan kerja yang merenggut korban jiwa kembali terulang di kawasan tambang Freeport pada 27 Juni 2014 yang menelan 4 korban jiwa. Data-data korban tersebut mungkin hanya sebagian saja.
Yang jelas, kini kasus kebakaran giliran tercatat telah terjadi di smelter PTFI Gresik. Belajar dari kejadian tersebut, tentu mesti mendapatkan atensi serius dari pihak-pihak terkait agar tidak sampai terulang lagi.
Selain potensi kecelakaan kerja dan kebakaran, dengan beroperasinya smelter PTFI Gresik jelas juga membawa dampak kepadatan lalu-lintas. Terutama di jalur pantura atau Jalan Daendels, Manyar dan sekitarnya. Lihat saja, dalam beberapa waktu terakhir, kawasan itu selalu padat. Terutama pada jam-jam sibuk. Terlebih, di sepanjang jalan nasional juga terdapat industri besar.
Kepadatan itu berseiring dengan potensi terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Truk-truk jumbo berlalu-lalang beradu dengan sepeda motor. Jalan Daendels pun seolah telah menjadi jalur tengkorak.
Potensi terjadinya pencemaran lingkungan juga mesti mendapat atensi. Karena aktivitas pengolahan tambang, tentu ada limbah. Salah satu di antaranya tailing. Dari beberapa hasil penelitian, tailing menjadi salah satu bahaya pencemar yang dapat memicu terjadinya kerusakan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Potensi dampak kesehatan timbul jika kontaminan memiliki kontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan populasi di sekitar lokasi.
Sebelumnya, masalah pencemaran limbah tailing dampak aktivitas PTFI di Papua, beberapa kali telah mengemuka. Pada awal Februari 2023, misalnya. Perwakilan masyarakat melaporkan limbah tailing itu ke DPR RI. Limbah tailing dinilai merusak sungai-sungai di kawasan Mimika. Limbah tailing menyebar luas dan juga menimbulkan pengendapan hingga ke Mimika Barat.
Nah, lokasi Smelter PTFI Gresik juga berada di wilayah pesisir utara. Jamak diketahui, di kawasan itu ribuan petambak dan nelayan sangat menggantungkan hidup. Sebut saja wilayah Mengare, Manyar, Lumpur, dan sekitarnya. Karena itu, kalau sampai persoalan limbah tailing tidak diantisipasi, maka tentu mengancam nasib mereka. (*)






