KabarBaik.co – Sepanjang Januari hingga Juli 2024 ini, ada 1.506 pria di Mojokerto, Jawa Timur yang menjadi duda baru. Hal ini, terungkap berdasarkan putusan sidang Pengadilan Agama (PA) Mojokerto.
Faktor ekonomi masih mendominasi ribuan kasus cerai gugat yang diajukan pihak istri. Sebab, banyak suami sebagai pihak tergugat tidak melaksanakan tanggung jawabnya memberikan nafkah kepada istri.
Disusul kasus perselingkuhan, perselisihan yang tak kunjung berakhir, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga judi online.
Jumlah pengajuan perceraian tersebut mengalami peningkatan, dibanding bulan yang sama di tahun 2023 yang jumlahnya mencapai 1.940 perkara cerai talak maupun gugat yang masuk ke meja majelis hakim PA Mojokerto.
Farhan Hidayat, Panitera Muda Hukum PA Mojokerto menjelaskan, Janurari-Juni 2024 ini kasus cerai gugat masih mendominasi permohonan perpisahan.
Yakni, sebanyak 1.550 mempelai wanita yang menggugat cerai suaminya. Disusul cerai talak sebanyak 477 permohonan yang diajukan mempelai pria kepada istrinya.
“Cerai gugat lebih banyak diajukan daripada cerai talak,” ungkap Farhan, Senin (5/8) di kantornya.
Sejak awal hingga pertengahan tahun ini, lanjut Farhan, justru menjadi waktu yang paling banyak pemohon dan penggugat dalam mengajukan perceraian. Tercatat, ada 424 perkara masuk di meja majelis hakim selama Januari. Disusul bulan Juli yang mencatatkan 324 permohonan perkara cerai.
“Yang paling banyak memang di awal tahun 2024, karena beberapa perkara yang masuk di bulan Desember tahun sebelumnya 2023 dialihkan ke bulan Januari,” jelasnya.
Farhan menambahkan, dari jumlah pengajuan perceraian itu, sebagian besar perkaranya disebabkan faktor ekonomi, dengan 936 perkara. Khususnya diajukan dari pihak istri yang merasa tak dinafkah secara penuh dari suami.
Sehingga memilih berpisah sebagai jalan keluar dari persoalan biduk rumah tangga yang dialami. Sedangkan faktor terbanyak kedua adalah pertengkaran yang tak kunjung berakhir dengan 396 perkara yang disidangkan di PA Mojokerto.
Perselisihan tersebut bisa dipicu oleh faktor internal maupun eksternal. Seperti silang pendapat atau campur tangan orangtua.
“Atas hal tersebut akhirnya suami-istri rata-ratatak bisa menahan ego masing-masing, lalu memilih bercerai ketimbang melanjutkan bahtera rumah tangganya,” ujarnya.
Farhan mengatakan ada yang disebabkan karena kasus KDRT, yang mencatatkan 59 perkara. Selanjutnya perselingkuhan akibat pihak ketiga atau keberadaan wanita idaman lain maupun pria idaman lain, yang menyebabkan rumah tangga tak harmonis. Data yang terhimpun mencapai 57 perkara.
Terbaru, kata Farhan adalah faktor judi online dan mabuk-mabukan atau narkoba juga turut berkontribusi menyumbang tingginya angka perceraian, yakni sebanyak 55 perkara.
“Faktor yanh menjadi pemicunya bermacam-macam. Namun, ekonomi masih yang paling besar,” tandasnya.
Saat ini, hakim PA Mojokerto baru memutus cerai sebanyak 1.506 perkara. Sedangkan 521 perkara lainnya sedang dalam proses persidangan, dan sebagian dicabut karena kedua mempelai sepakat berdamai.
Akan tetapi jumlah tersebut masih berpotensi bertambah di sisa waktu kurang dari 5 bulan kedepan. Potensi itu jika mengacu dari jumlah total perkara cerai di tahun sebelumnya yang mencapai 3.900 pengajuan.
Farhan menuturkan, sebagai upaya mengurangi pengajuan perkara perceraian dibutuhkan kolaborasi lintas sektoral. Khususnya, Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan yang menjadi garda terdepan. Tugasnya, membimbing, membina dan mengayomi keluarga muslimin di seluruh Indonesia.
“Tujuannya, meningkatkan kualitas wawasan pernikahan guna mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam. Serta, mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera materil dan spiritual,” tutupnya. (*)