Seminar ‘Bullying Bukan Tradisi Pesantren’ di Kediri Tegaskan Ponpes Harus Jadi Benteng Akhlak

oleh -166 Dilihat
2964b6a2 1d19 4e60 9681 3192fe79e8fa
KH An’im Falachuddin saat memberikan materi di Hotel Lotus Garden Kediri (Muhamad Dastian Yusuf)

KabarBaik.co – Fenomena perundungan atau bullying di lingkungan pesantren kembali mencuri perhatian publik. Dalam seminar bertajuk ‘Ngopi: Ngobrol Tentang Pendidikan’ yang digelar di Hotel Lotus Garden Kediri, Jumat (10/10), para tokoh legislatif dan akademisi menegaskan pentingnya membangun kesadaran kolektif untuk menghentikan praktik perundungan di dunia pendidikan berbasis asrama tersebut.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Agama, Komisi VIII DPR RI, dan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, dengan menghadirkan dua narasumber utama: KH. An’im Falachuddin dan Dr. A. Jauhar Fuad. Seminar dipandu oleh Dr. H. Muhammad Zaini sebagai moderator.

Dalam paparannya, KH. An’im menyoroti maraknya kasus perundungan di pesantren, termasuk insiden yang pernah mencuat di Kediri. Ia menilai bahwa anggapan perundungan sebagai ‘tradisi melatih mental’ merupakan kesalahan besar.

“Data menyebut sekitar 45 persen santri pernah mengalami perundungan, baik secara fisik maupun non-fisik. Ini bukan angka kecil, dan harus segera direspons,” tegasnya.

Sebagai langkah konkret, KH. An’im mendorong tiga strategi utama pencegahan yakni pertama pembentukan sistem ‘Bapak Asuh’ bagi setiap kelompok santri agar ada pengawasan 24 jam penuh.

Kedua, penanaman nilai persaudaraan, menegaskan bahwa santri senior bukan atasan, melainkan saudara. KH. An’im mengutip hadis, “Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”

Ketiga, kewaspadaan pengasuh pesantren dalam menjalankan amanah untuk memastikan lingkungan belajar tetap aman, hangat, dan berakhlakul karimah.

Menanggapi praktik lama yang masih dianggap wajar di sebagian tempat, KH. An’im menegaskan bahwa pesantren modern harus beradaptasi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hukum.

“Kalau dulu santri digundul atau diguyur air comberan sebagai hukuman, sekarang tidak bisa lagi. Ada konsekuensi hukum dan trauma psikologis. Hukuman fisik bukan solusi,” ujarnya.

Sementara itu, Dr. A. Jauhar Fuad menegaskan bahwa perundungan kini berkembang dalam banyak bentuk, termasuk verbal, sosial, dan digital.

“Bullying bukan hanya kekerasan fisik. Ia bisa terjadi lewat kata-kata, sikap sosial, bahkan unggahan di media sosial. Selama membuat orang lain tidak nyaman, itu sudah bentuk perundungan,” jelasnya.

KH. An’im juga menambahkan tentang bahaya cyberbullying yang kini kian marak di kalangan remaja pesantren. Ia menyinggung praktik namimah (adu domba melalui omongan) yang kini bermigrasi ke dunia maya.

“Jangan jadikan medsos sebagai alat menyakiti. Dulu namimah bisa memicu pertumpahan darah, apalagi sekarang, satu unggahan saja bisa menimbulkan kebencian massal,” pesannya.

KH. An’im menggambarkan pesantren sebagai “benteng terakhir pembentukan akhlakul karimah”, tempat anak-anak ditempa dengan ilmu dan kasih sayang. Ia menegaskan, menjaga marwah pesantren berarti memastikan tempat itu bebas dari kekerasan.

“Pesantren itu bengkel jiwa. Jangan sampai rusak karena satu tindakan perundungan,” tegasnya.

Seminar tersebut menyimpulkan bahwa perundungan bukanlah bagian dari tradisi pesantren dan tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun. Sinergi antara pengasuh, santri, dan pemerintah dinilai mutlak untuk membangun sistem pengawasan yang kuat serta menanamkan nilai persaudaraan di setiap lapisan kehidupan pesantren.

Dengan langkah itu, pesantren diharapkan tetap menjadi ruang aman dan beradab, tempat ilmu, akhlak, dan kasih sayang tumbuh berdampingan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Muhamad Dastian Yusuf
Editor: Imam Wahyudiyanta


No More Posts Available.

No more pages to load.