Siapa Marsinah? Wajib Baca Kalau Kamu Pernah Mengeluh Soal Kerja

oleh -161 Dilihat
MARSINAH

KabarBaik.co- Marsinah, hari ini, 10 November 2025, resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto. Gelar ini diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025, bersamaan dengan 9 tokoh lainnya. Yakni, Syaikhona KH M. Kholil, Presiden ke-2 RI Soeharto, KH Abdurrahman Wahid), Mochtar Kusumaatmadja, dan beberapa nama lain.

Lantas siapa Marsinah? Ia lahir di Nglundo, Nganjuk, 10 April 1969. Anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya Mastin, ibunya Sumini. Keluarga petani miskin. Tanah sawah sempit. Hidup pas-pasan. Sejak kecil sudah membantu. Menggendong adik. Membantu ibu di dapur. Kadang ikut ayah ke sawah. Tapi sekolah tetap jalan. Tamat SD. Lanjut SMP. Tak sampai SMA. Uang habis untuk makan

Remaja ia merantau. Ke Kota Surabaya. Cari kerja. Masuk pabrik plastik SKW. Ada di kawasan Rungkut. Gaji Rp 1.700 sehari. Kerja 12 jam. Tangan lecet. Bau plastik menyengat. Pulang malam. Masih jualan nasi bungkus. Rp 150 per bungkus. Ke sesama buruh. Ke satpam. Ke sopir angkot. Tambahan Rp 5.000 sehari. Lumayan. Bisa kirim ke rumah. Bisa beli baju baru.

Tapi ia bosan. Ingin gaji lebih baik. Pindah ke PT Catur Putra Surya. Porong, Sidoarjo. Pabrik arloji. Operator mesin. Gaji naik sedikit. Tapi aturan ketat. Absen satu hari, tunjangan hilang. Buruh perempuan paling susah. Haid sakit. Hamil ngidam. Melahirkan cuti. Semua dipotong. Marsinah mulai ngomong. Mulai tanya. Mulai catat. Mulai ajak teman diskusi. Di kantin. Di kos. Di bawah pohon waru.

Tahun 1993 pemerintah naikkan upah minimum. Buruh senang. Tapi perusahaan main curang. Tunjangan tetap diubah jadi tidak tetap. Hanya dibayar kalau masuk full. Marsinah marah. Ia kumpulkan teman. 3 Mei malam rapat di kos. 4 Mei pagi mogok. Ratusan buruh ikut. Duduk di depan gerbang. Bawa spanduk tulis tangan. Tuntut Rp 2.250 sehari. Tuntut tunjangan tetap. Tuntut hak cuti haid. Polisi datang. Babinsa datang. Kodim datang. Foto-foto. Catat nama. Ancam pecat.

5 Mei pagi 13 buruh dipanggil Kodim Sidoarjo. Termasuk yang paling vokal. Dipaksa tanda tangan surat pengunduran diri. Dipaksa janji tak mogok lagi. Pulang dengan wajah pucat. Marsinah tahu. Ia tulis surat petunjuk. “Jangan takut. Kita benar.” Lalu ia berangkat. Sendiri. Naik angkot. Ke Kodim. Masuk ruang tamu. Tanya komandan. “Kenapa buruh dipaksa mundur?” Suaranya keras. Tak gemetar. Petugas bingung. Tak biasa buruh perempuan berani. Ia keluar sore. Teman menunggu di luar. Tak ada. Malam ia tak pulang ke kos.

Pada 6 Mei teman-temannya panik. Lapor polsek. Lapor serikat. Lapor media. 7 Mei masih dicari. 8 Mei pagi petani menemukan jenazah. Di gubuk hutan Wilangan, Nganjuk. Jauh 100 kilometer dari Porong. Tubuh tergeletak. Rok tersingkap. Mulut penuh darah. Tangan terikat. Autopsi mengerikan. Tulang rusuk patah tiga. Luka bakar di dada. Memar di kemaluan. Tanda pemerkosaan berulang. Dokter bilang: disiksa berjam-jam. Lalu dibunuh. Lalu dibuang.

Dunia gempar. Mahasiswa turun. Buruh demo. Media asing liput. ILO catat Kasus 1773. Amnesty International desak penyelidikan. Pemerintah Orde Baru buru-buru sidang. Tangkap owner pabrik. Tangkap manajer. Tangkap supir. Sidang cepat. Vonis mati. Tapi Mahkamah Agung batalkan. Bukti lemah. Pelaku utama tak tersentuh. Aparat lolos. Kasus menguap. Marsinah mati dua kali.

Tapi namanya hidup. Lagu dibuat. Puisi ditulis. Mural digambar. Setiap 8 Mei buruh ziarah ke makam. Bawa bunga. Nyanyi “Marsinah Menggugat”. Setiap May Day teriakkan namanya. Serikat buruh perempuan pakai nama Marsinah. Anak-anak buruh diberi nama Marsinah. Ia jadi simbol. Bukan korban. Tapi pejuang.

Usulan gelar pahlawan muncul 2003. Ditolak. Muncul lagi 2014. Ditunda. 2022 Pemprov Jatim ajukan resmi. Didukung serikat. Didukung akademisi. Prabowo janji saat May Day 2025. “Marsinah layak pahlawan.”

Dan, hari ini 10 November 2025. Istana Negara. Upacara Hari Pahlawan. Presiden umumkan 10 nama. Nomor urut 7: Marsinah. Kakaknya Widjiati. Adiknya Marsini. Naik panggung. Terima piagam. Tangan gemetar. Air mata jatuh. Tak bisa bicara. Hanya peluk piagam erat.

Marsinah tak mati. Ia hidup di setiap buruh yang berani menyuarakan hak. Hidup di setiap perempuan yang tolak upah tak layak. Hidup di setiap suara yang bilang “tidak” pada ketidakadilan. Ia pahlawan. Bukan karena senjata. Bukan karena perang. Tapi karena nyawa ditukar dengan kebenaran. Namanya abadi. Marsinah. Buruh. Perempuan. Pahlawan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.