KabarBaik.co – Tim kuasa hukum dari Hermin Naning Rahayu dan Dian Permana Putra menilai perkara yang menjerat klien mereka seharusnya tidak masuk dalam ranah pidana, melainkan administratif. Pernyataan itu diungkapkan saat sidang eksepsi perkara dua terdakwa di Pengadilan Negeri Kota Malang, Rabu (7/5).
Salah satu kuasa hukum Hermin dan Dian, Muhamad Zainul Arifin, menegaskan bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memenuhi ketentuan pasal 143 KUHAP mengenai syarat formil dan materiil surat dakwaan.
“Banyak unsur yang seharusnya menjadi dasar administratif, bukan pidana. Izin operasional dari gubernur, SP3MI dari Kementerian Ketenagakerjaan, hingga SIP2MI dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, semuanya menjadi bagian penting. Jika ada kekurangan, itu ranah administrasi, bukan pidana,” ujar Zainul.
Zainul menyebut bahwa regulasi seperti Pergub Jawa Timur Tahun 2022 dan Permenaker Nomor 10 Tahun 2019 secara tegas menyebutkan bahwa tanggung jawab cabang perusahaan pekerja migran ada di pusat. Karena itu, ia mempertanyakan mengapa hanya pihak cabang yang dibebani tanggung jawab hukum.
Zainul juga menekankan bahwa kliennya hanya merupakan staf di kantor cabang PT NSP, bukan pengambil kebijakan. Berdasarkan pasal 53 ayat 2 UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), seluruh aktivitas cabang menjadi tanggung jawab kantor pusat.
“Kalau pun ada perbuatan pidana, apakah layak klien kami yang diproses, pusatnya ke mana? Ini yang kami nilai perlu digali dalam persidangan,” tegasnya.
Selain itu, tim hukum juga menyoroti prosedur penyidikan yang dinilai tidak sesuai. Klien mereka hanya diperiksa satu kali pada 10 November 2024 tanpa didampingi pengacara, lalu langsung ditahan dan berkas perkara segera dilimpahkan ke pengadilan.
“Ini melanggar hak tersangka. Bahkan saat pelimpahan ke pengadilan, kami tidak diberikan berkas oleh JPU. Ini pelanggaran serius terhadap syarat formil,” tambah Zainul.
Perkara ini bermula dari penggerebekan pada 8 November 2024, di mana ditemukan 41 calon pekerja migran Indonesia (CPMI). Dari jumlah tersebut, 14 orang telah memenuhi persyaratan untuk bekerja ke Hongkong. Namun karena proses hukum ini, mereka gagal berangkat, padahal tiket dan dokumen sudah disiapkan.
“Penegakan hukum yang tidak proporsional ini justru merugikan banyak pihak. Jaksa juga tidak menjelaskan secara cermat siapa korban dalam perkara ini. Dakwaan menjadi kabur dan tidak jelas,” tegasnya.
Atas dasar itu, tim kuasa hukum berharap majelis hakim yang menyidangkan perkara ini dapat melihat perkara secara jernih dan objektif.
“Ini seharusnya menjadi perkara administratif. Kalau izinnya tidak lengkap, ya dicabut saja. Jangan sampai hukum justru menghambat investasi dan merugikan negara,” pungkas Zainul.
Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan dua pekan mendatang. Tim kuasa hukum menyatakan siap mengajukan keberatan resmi terkait dakwaan JPU dan meminta pembebasan terhadap klien mereka.
Diketahui, sidang perdana perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) terhadap dua terdakwa, Hermin dan Dian Permana Putra, digelar di ruang sidang Garuda, Pengadilan Negeri Kota Malang, Jawa Timur, pada 30 April 2024 beberapa waktu lalu. Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Kun Tri Haryanto itu menghadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heriyanto yang membacakan dakwaan kepada keduanya. (*)