KabarBaik.co – Upaya memperkuat ketahanan pesisir dan memulihkan ekosistem mangrove di Jawa Timur memasuki babak baru. Yayasan Hutan Biru (YHB) atau Blue Forests resmi meluncurkan Program COAST–SHORE (Sustainable Habitats and Ocean Resilience for Everyone) di Hotel Grand Inna Tunjungan Surabaya, Senin (1/12).
Program ini mengusung pendekatan integrasi antara rehabilitasi mangrove dan budidaya perikanan berkelanjutan sebagai model pemulihan ekosistem pesisir yang berdampak ekonomi.
Pada tahap awal, dua kabupaten di Jawa Timur, yakni Sidoarjo dan Gresik, dipilih sebagai lokasi pilot project. Provinsi ini memiliki kawasan mangrove terluas di Pulau Jawa, mencapai sekitar 30.000 hektare, dengan tambahan 3.000 hektare sejak 2021. Namun, tantangan besar masih menghadang: sekitar 40 persen ekosistem mangrove telah beralih fungsi menjadi tambak, sementara 120.000 hektare tambak tercatat terlantar, atau setara 42 persen dari total lahan tambak di wilayah tersebut.
Direktur Yayasan Hutan Biru, Rio Ahmad, menyatakan bahwa keberlanjutan sektor perikanan nasional sangat bergantung pada kesehatan ekosistem mangrove.
“Ikan yang hidup di laut dalam, 70 persen masa kecilnya hidup di mangrove. Mangrove itu pesantrennya ikan laut,” ujarnya.
Melalui program COAST–SHORE, Blue Forests mengimplementasikan pendekatan IMSA (Integrated Mangrove–Sustainable Aquaculture) untuk memulihkan fungsi habitat sekaligus meningkatkan produktivitas tambak rakyat.
Program COAST–SHORE merupakan bagian dari inisiatif Climate and Ocean Adaptation and Sustainable Transition (COAST) Facility, yang didukung Pemerintah Inggris melalui Blue Planet Fund dan dikelola DAI Global UK. Program ini berfokus pada penguatan adaptasi pesisir terhadap perubahan iklim serta pengembangan ekonomi biru yang inklusif.
Dalam sektor konservasi, YHB menargetkan pembaruan tata kelola kawasan konservasi laut, penguatan kelembagaan masyarakat, serta penerapan Monitoring, Control, and Surveillance (MCS) adaptif.
Target awal mencakup rehabilitasi 40 hektare mangrove serta pemulihan 1.000 meter persegi lamun dan terumbu karang di sejumlah lokasi intervensi nasional. Selain itu, kapasitas Pokmaswas diperkuat untuk meningkatkan pengawasan kawasan konservasi. Selain konservasi, program ini juga menitikberatkan pada penguatan perikanan skala kecil berbasis masyarakat.
Pemberdayaan dilakukan melalui mekanisme ko-kreasi, yang melibatkan nelayan, perempuan pesisir, pemuda, dan pemerintah desa dalam perencanaan ruang laut, pengawasan kawasan, hingga pengelolaan sumber daya secara transparan. Komoditas kunci seperti kepiting bakau, lobster, dan ikan tirusan mendapat dukungan peningkatan nilai tambah dan akses pasar.
Di sektor akuakultur, model IMSA dikembangkan melalui Farmer Coastal Field School (CFS) yang akan diterapkan di Sidoarjo dan Gresik. Melalui sekolah lapangan ini, petambak mendapatkan pelatihan mengenai desain tambak ramah lingkungan, manajemen air, integrasi mangrove, hingga penguatan pemasaran.
Model ini dirancang untuk mengembalikan produktivitas tambak tanpa merusak ekosistem, sekaligus memperkuat perlindungan alami terhadap abrasi dan kenaikan permukaan air laut.
Lead COAST Facility Indonesia, Imam Syuhada, menambahkan bahwa program COAST telah dijalankan di sejumlah provinsi dengan fokus intervensi yang berbeda, mulai dari konservasi, perikanan tangkap, hingga budidaya.
“Dukungan COAST diberikan melalui grant kepada berbagai NGO. Blue Forests adalah mitra yang berfokus pada pengembangan model tambak, sementara wilayah lain mengembangkan rumput laut atau perikanan rajungan,” jelasnya.
Menurut Imam, Sidoarjo dan Gresik dipilih karena menghadapi tekanan ekologis yang signifikan akibat degradasi mangrove dan menurunnya kualitas habitat tambak.
“Blue Forests berperan menginisiasi, mengkatalisasi, dan menghubungkan komunitas, pemerintah, dan sektor swasta untuk menjawab tantangan di lokasi target,” ujarnya.
Intervensi di dua kabupaten ini diharapkan menjadi model nasional restorasi tambak terlantar. Dengan pendekatan terpadu, lahan yang sebelumnya tidak produktif dikonversi menjadi area multifungsi yang memulihkan habitat mangrove sekaligus membuka peluang ekonomi bagi masyarakat pesisir.
Lebih dari itu, program COAST–SHORE menempatkan masyarakat sebagai aktor utama perubahan. Regenerasi kepemimpinan lokal, mulai dari kelompok nelayan hingga koperasi pesisir, dipandang kunci keberlanjutan program.
Dengan strategi komprehensif tersebut, Sidoarjo dan Gresik diharapkan menjadi etalase implementasi ekonomi biru Indonesia, yang memadukan perlindungan lingkungan dan peningkatan ekonomi melalui model integrasi mangrove–akuakultur yang adaptif dan berkelanjutan.






