KabarBaik.co– Skandal dugaan pembunuhan berencana dengan korban Brigadir Muhammad Nurhadi, terus menggelinding dan menjadi atensi meluas. Nyawa anggota Propam Polda NTB itu terenggut dalam “pesta gelap” di sebuah vila mewah di Gili Trawangan, Lombok, 16 April 2025 lalu,
Dalam perkara yang disebut netizen sebagai “Sambo Jilid 2” itu menyeret dua perwira polisi jadi tersangka utama. Belakangan, skandal ini menjadi sorotan nasional. Bahkan, memaksa Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri sampai ikut “turun gunung” ke Polda NTB.
Diketahui, jasad Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan tak bernyawa di dasar kolam renang vila, dengan hasil autopsi yang mengejutkan: retak pada tulang lidah, indikasi kuat korban dicekik sebelum ditenggelamkan. Dua atasan langsung korban di unit Propam, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, telah ditetapkan sebagai tersangka. Tak hanya itu, seorang perempuan berinisial M (Misri Puspitasari) juga terseret sebagai tersangka ketiga, diduga terlibat dalam insiden di vila tersebut. Misri adalah perempuan 23 tahun asal Jambi yang “diboking” Kompol Yogi dalam pesta semalam itu.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, membenarkan adanya asistensi tersebut. “Hanya asistensi,” tegasnya kepada awak media pada Sabtu (12/7). Namun, asistensi ini bukan tanpa alasan. Djuhandani mengungkapkan bahwa Bareskrim akan memberikan petunjuk teknis dan taktis pembuktian, khususnya dalam penerapan pasal.
“Karena hasil pembuktian secara saintifik masih adanya penerapan pasal yang kurang tepat serta tambahan pasal yang kita sarankan,” ungkap jenderal polisi bintang satu itu. Pernyataan yang memperkuat dugaan publik bahwa kasus ini memiliki kompleksitas yang tak sederhana.
Sebelumnya, dalam sidang kode etik pada 27 Mei 2025, Kompol Yogi dan Ipda Haris telah resmi dipecat dari dinas kepolisian dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Ini menunjukkan keseriusan institusi Polri dalam menindak anggotanya yang terlibat tindak pidana. Penyidik juga telah menerapkan pasal berlapis, termasuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 351 tentang penganiayaan, dan Pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. Penerapan Pasal 340 KUHP, yang notabene adalah pasal pembunuhan berencana, menjadi fokus utama dan alasan kuat mengapa kasus ini disamakan dengan “Sambo Jilid 2”.
Publik menanti bagaimana kasus ini akan bergulir di meja hijau. Akankah keadilan benar-benar ditegakkan bagi almarhum Brigadir Nurhadi? Sejauh ini belum ada penjelasan terbuka tentang peran dan motif tiga tersangka dalam skandal ini. Apa salah Misri sampai ikut jadi tersangka? Apakah seluruh pihak yang terlibat, termasuk otak di balik pembunuhan ini, akan mendapatkan hukuman setimpal? Yang pasti, kasus “Sambo Jilid 2” di Gili Trawangan ini akan menjadi tambahan ujian berat bagi sistem hukum Indonesia dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. (*)