KabarBaik.co- Panggung politik Thailand kembali memanas. Mahkamah Konstitusi Thailand, Selasa (1/7) resmi menjatuhkan sanksi skorsing terhadap Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra. Keputusan ini sontak memicu kekacauan, mengancam stabilitas pemerintahan dan masa depan dinasti politik Shinawatra yang selama ini kuat.
Dihimpun dari sejumlah sumber berita, penangguhan jabatan Paetongtarn ini dipicu oleh penyelidikan dugaan pelanggaran etika dan konstitusi. Skandal ini mencuat setelah bocornya rekaman percakapan teleponnya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen.
Dalam percakapan yang jadi sorotan itu, Paetongtarn diduga merujuk komandan militer Thailand sebagai “lawan” dan memanggil Hun Sen dengan sebutan “paman”. Hal ini dinilai merendahkan institusi militer dan menimbulkan keraguan atas independensinya.
Situasi politik kian rumit setelah Partai Bhumjaithai, kekuatan terbesar kedua dalam koalisi, memilih hengkang pada bulan lalu. Keputusan itupun membuat mayoritas pemerintahan Paetongtarn di parlemen menjadi berkurang, bahkan berpeluang terancam. Tak berhenti di situ, Bhumjaithai juga dikabarkan akan mengajukan mosi tidak percaya pekan depan, yang berpotensi melengserkan kabinet Paetongtarn sepenuhnya di jabatan PM.
Sementara itu, gelombang demonstrasi besar-besaran juga terus melanda Bangkok. Ribuan warga tumpah ruah ke jalan menuntut pengunduran diri Paetongtarn. Tekanan publik ini tak hanya berasal dari kasus skandal telepon tersebut. Namun, juga dipicu oleh penanganan sengketa perbatasan dengan Kamboja, yang belakangan memanas. Kelompok “Kaus Kuning”, yang dikenal anti-Shinawatra, kembali bangkit dan menambah tensi politik.
Selain itu, badai politik kali ini juga menerpa Thaksin Shinawatra, mantan PM dan ayah dari Paetongtarn. Thaksin dijadwalkan menghadapi persidangan mulai minggu depan atas tuduhan lese-majeste (penghinaan terhadap monarki), sebuah dakwaan serius yang bisa membuatnya kembali dipenjara. Tak pelak, situasi ini menambah beban keluarga Shinawatra yang seolah tak henti-hentinya menghadapi masalah hukum dan politik.
Gejolak politik ini tak hanya berdampak pada kursi kekuasaan, melainkan juga pada sektor ekonomi Thailand yang tengah lesu. Ada kekhawatiran akan terjadinya resesi di semester kedua 2025. Di sisi lain, sengketa perbatasan dengan Kamboja yang memanas turut memperburuk keadaan, menyebabkan penutupan jam operasional di beberapa wilayah perbatasan dan merugikan bisnis lokal.
Diketahui, Thailand memiliki sejarah panjang kudeta militer. Kekacauan politik saat ini tak pelak kembali memicu kekhawatiran akan kemungkinan intervensi pihak militer, walaupun sejauh ini belum ada indikasi langsung. Yang pasti, Thailand kini berada di persimpangan jalan, menanti arah mana badai politik ini akan membawa masa depan negara Gajah Putih itu.
Paetongtarn, 37 tahun, dilantik pada 18 Agustus 2024. Mencatatkan diri sebagai PM termuda di Thailand. Ia menduduki jabatan itu beberapa hari setelah Srettha Thavisin diberhentikan sebagai PM oleh Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga peradilan yang menjadi pusat pergolakan politik Thailand selama dua dekade.
Paetongtarn menang sebagai PM dengan hampir dua pertiga suara dalam pemungutan suara DPR. Sosok Paetongtarn tidak asing dengan proses tersebut. Sebab, ia merupakan dinasti politik Thailand sebagai putri mantan PM Thaksin Shinawatra dan keponakan Yingluck Shinawatra, yang juga mantan PM pertama wanita Thailand. (*)