Ziarah ke Makam Mbah Wastu, Berdoa Sekaligus Mengenal Lebih Dekat Leluhur Kota Batu

oleh -1708 Dilihat
IMG 20250307 WA0017

KabarBaik.co – Belum banyak yang mengetahui bahwa syiar Islam turut mempengaruhi terbentuknya nama Kota Batu di Jawa Timur pada 1847 silam.
Sebutan nama batu yang kini menjadi sebuah kota di Jawa Timur, yakni Kota Batu, ternyata bukanlah batu dalam arti sebenarnya. Sering kali orang mengartikan batu merupakan watak atau sifat yang keras seperti wujud asli batu.

Mbah Wastu atau biasa juga disebut Mbah Batu merupakan sosok leluhur yang tidak asing bagi masyarakat Kota Batu. Dia dikenal sebagai tokoh babat alas yang dihormati. Makamnya yang terletak di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, tak pernah sepi pengunjung. Selalu saja ada orang yang datang untuk berziarah di makam tersebut.

Menurut beberapa sumber dan cerita yang berkembang menyebutkan, nama asli Mbah Batu adalah Dewi Condro Asmoro. Dia juga biasa dipanggil Mbah Wastu atau Mbah Tuwo. Seiring waktu pelafalan nama itu mengalami penyingkatan menjadi Mbah Tu. Penyingkatan nama panggilan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal penamaan Kota Batu.

Salah seorang peziarah, Suradji, 62, warga Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, mengatakan, orang ziarah ke makam Mbah Mbatu memiliki tujuan berbeda-beda. “Ada yang ziarah saja, ada yang meminta doa, ada juga yang pamitan mohon keselamatan sebelum melakukan perjalanan. Kalau saya, niatnya riyadoh (mendekatkan diri pada Tuhan),” kata Suradji di Makam Mbah Batu, Bumiaji, Kota Batu, Jumat (7/3).

Suradji mengaku sering menginap di kompleks makam ini sejak 2022 lalu. “Ya, sehari-hari selalu mengisi kegiatan beribadah. Sekali waktu diskusi dengan sesama peziarah karena ini sudah niat saya sendiri,” ungkap dia.

Makam Mbah Mbatu bukanlah makam biasa. Luas bangunan Makam Mbah Mbatu sekitar 500 meter persegi. Bangunan tersebut merupakan komplek yang di dalamnya juga terdapat makam tiga tokoh, yakni Pangeran Rojoyo, Dewi Mutmainah dan Kyai Naim.

Mbah Wastu atau Mbah Mbatu sendiri terus mengajarkan berbagai ilmu dan syiar agama Islam di Batu dan wilayah sekitarnya hingga meninggal pada 1847. Untuk menghormati jasa-jasanya, setiap 17 Oktober para pejabat Pemerintah Kota Batu selalu berziarah di makam tokoh tersebut.

Kepala Desa Bumiaji, Edy Suyanto menyatakan, meski
raganya sudah menghilang, namun Mbah Batu tetap dipercaya menjaga wilayah Kota Batu. “Beliau itu adalah tokoh yang menyebarkan agama Islam di wilayah Kota Batu. Bahkan, akhir hayatnya pun juga di sini,” ujar Edy.

Salah satu sumber menyebutkan bahwa Mbah Wastu disebut sebagai tokoh bedah kerawang atau babat alas (pendiri). Yakni wilayah yang berada di lereng Gunung Arjuno dan Panderman. Sosok Mbah Wastu sendiri adalah murid dari Pangeran Rojoyo, anak dari Sunan Kadilangu, cicit dari Sunan Kalijogo. Kehadiran Mbah Wastu sampai di Kota Batu karena melarikan diri dari kejaran tentara Belanda.

Sesampainya di Kota Batu, beliau mendirikan padepokan di kaki Gunung Panderman dan mengajarkan berbagai ilmu agama Islam kepada masyarakat. Untuk mengecoh Belanda, beliau yang juga dijuluki Syekh Abul Ghonaim menggunakan nama lain yakni Kiai Gubuk Angin atau Mbah Wastu, yang kemudian disingkat jadi Mbah Tu dan disebut Batu atau Kota Batu. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: P. Priyono
Editor: Hairul Faisal


No More Posts Available.

No more pages to load.