282 Perusahaan Diduga Kemplang Pajak, Nilainya Tembus Rp 47,98 Triliun

oleh -45 Dilihat
IMG 20251108 WA0005
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menghadiri konferensi pers terkait pengungkapan 87 kontainer yang diduga melanggar ketentuan ekspor produk turunan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

KabarBaik.co – Kolaborasi tiga pilar negara—Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, dan Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Polri—menorehkan babak baru dalam upaya pemberantasan praktik curang di sektor ekspor. Dalam sebuah operasi gabungan yang digelar di Buffer Area MTI NPCT, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, tim berhasil mengungkap dugaan skandal manipulasi ekspor produk turunan minyak sawit mentah (CPO) yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.

Operasi senyap tersebut berhasil mengamankan 87 kontainer berisi 1.802 ton produk turunan CPO, yang diidentifikasi sebagai fatty matter. Muatan senilai Rp 28,7 miliar tersebut disebut-sebut milik PT MMS.

​Skandal ini mencuat akibat taktik licik yang dilakukan eksportir untuk menghindari kewajiban pajak dan pungutan ekspor. Modus operandi mereka adalah menyamarkan komoditas turunan CPO—yang seharusnya dikenakan Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE)—sebagai Fatty Matter.

“Komoditas fatty matter adalah pos tarif yang tidak dikenakan pungutan atau bea keluar, dan bukan pula kategori Larangan Terbatas (Lartas) ekspor. Ini adalah cara eksportir menghindari kewajiban pajak dengan memanfaatkan celah klasifikasi barang,” jelas Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto dikutip dalam pernyataan resminya, Sabtu (8/11).

Dari satu kasus penyitaan muatan PT MMS senilai Rp 28,7 miliar di Tanjung Priok ini saja, DJP mengestimasi potensi kerugian dari sisi pajak akibat praktik underinvoicing (pelaporan harga yang lebih rendah dari nilai riil) mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp 140 miliar.

​Apa yang terungkap di Tanjung Priok hanyalah puncak gunung es dari praktik kecurangan yang lebih masif. Dalam laporannya kepada Menteri Keuangan, Ditjen Pajak menyampaikan telah mendalami dugaan praktik underinvoicing dan manipulasi yang dilakukan oleh 282 wajib pajak (perusahaan).

Total nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang terindikasi bermasalah dari ratusan perusahaan ini mencapai Rp 47,98 triliun. Angka ini mencerminkan betapa besarnya celah penerimaan negara yang selama ini tergerus.

Pemerintah juga mencatat adanya pergeseran modus. Jika pada periode 2021 hingga 2024 eksportir curang kerap melaporkan ekspor sebagai POME Oil (limbah cair sawit) untuk menghindari kewajiban, kini mereka bergeser menggunakan kamuflase Fatty Matter. Praktik ini terus berevolusi, menunjukkan keseriusan para pelaku untuk memperkaya diri di atas hak negara.

Menanggapi kerugian yang ditimbulkan, DJP memastikan tidak akan tinggal diam. 282 wajib pajak yang diduga terlibat dalam manipulasi ini akan segera ditindaklanjuti dengan serangkaian proses hukum yang ketat.

“Kami akan melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan (bukper), hingga penyidikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas Bimo Wijayanto.

Praktik kecurangan ini bukan hanya merugikan kas negara, tetapi juga menggerus pondasi perekonomian dengan memperkuat shadow economy—kegiatan ekonomi yang tidak tercatat dalam sistem perpajakan. Melalui operasi gabungan ini, pemerintah mengirimkan pesan tegas bahwa sinergi antarlembaga akan terus diperkuat untuk melindungi penerimaan negara dan memastikan semua pelaku usaha patuh pada aturan main yang berlaku.

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Dani
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.