6 Bulan Masa Kerja Kabinet Merah Putih, Sudah 3 Orang Mengundurkan Diri

oleh -788 Dilihat
HASAN DAN GUS MIFTAH
Hasan Nasbi dan Gus Miftah (kanan)

KabarBaik.co- Hasan Nasbi menambah daftar anggota Kabinet Merah Putih yang harus menepi alias mundur. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) itu melepaskan jabatannya setelah tersandung kasus ‘’kepala babi’’. Dengan demikian, dalam rentang 6 bulan sejak jajaran pembantu Presiden Prabowo Subianto itu dilantik 21 Oktober 2024, sudah tiga orang yang memilih mundur.

Anggota kabinet yang kali pertama mundur adalah Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah. Sebelumnya, ia diangkat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan. Pada 20 November 2024, dalam sebuah acara di Magelang, Gus Miftah terlibat dalam sebuah insiden yang memicu kontroversi. Saat itu, ia berinteraksi dengan seorang penjual es teh bernama Sunhaji. Gus Miftah bertanya. “Es tehmu masih banyak enggak? Masih? Ya sana dijual, goblok!”. Pernyataan tersebut dianggap menghina dan tidak pantas, sehingga memicu kritik dari masyarakat.

Pada 6 Desember 2024, Gus Miftah mengundurkan diri dari posisinya tersebut. Setelah pengunduran dirinya, muncul spekulasi mengenai penggantinya. Beberapa nama, seperti Ustad Adi Hidayat, sempat disebut-sebut sebagai calon pengganti. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai siapa yang akan menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh Gus Miftah.

Kedua, Satriyo Soemantri Brodjonegoro. Ia mundur dari posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek). Satriyo mendapat sorotan seusai pegawainya melakukan aksi unjukrasa pada Januari 2025 lalu. Beberapa perilaku Satriyo dianggap arogam oleh pegawai. Tidak lama kemudian, Satriyo memutuskan untuk mundur. Pada 19 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto kemudian menunjuk Prof. Brian Yuliarto sebagai penggantinya.

Selain tiga nama tersebut, dalam catatan media, ada beberapa menteri lain yang juga sempat mendapatkan sorotan. Berikut di antaranya:

1. Natalius Pigai

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengajukan permintaan peningkatan anggaran kementeriannya dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Ia beralasan bahwa anggaran besar tersebut diperlukan untuk memperkuat perlindungan HAM, termasuk rencana pendirian Universitas Hak Asasi anusia (Unham). Namun, permintaan ini mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak, termasuk mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal, yang menilai bahwa kenaikan anggaran tersebut tidak masuk akal dan berpotensi menghamburkan uang negara untuk program yang tidak jelas.

2. Yusril Ihza Mahendra

Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra membuat pernyataan kontroversial dengan meremehkan pentingnya pelanggaran HAM terkait Tragedi Mei 1998. Pernyataannya memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM dan organisasi masyarakat sipil, yang menilai bahwa pernyataannya tidak mencerminkan pemahaman yang benar tentang undang-undang HAM.

3.Yandri Susanto

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto mendapat sorotan setelah menggunakan kop surat resmi Kementerian untuk mengundang perangkat desa menghadiri acara haul ke-2 ibunya. Tindakan ini menuai kritik luas. Termasuk dari mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, yang menyebut penggunaan kop surat resmi untuk acara pribadi sebagai tindakan yang melanggar etika birokrasi. Maklum, Ratu Rachmatuzakiyah, istri Yandri tengah menjadi calon bupati di Kabupaten Serang. Belakangan, meski dinyatakan menang oleh KPU, Mahmakah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pemohon dengan memutuskan dilakukan pemungutan suara ulang di Pilkada Serang tersebut.

4. Raja Juli Antoni

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mendapat sorotan luas setelah terungkap mengangkat banyak kader separtainya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dalam sebuah program atau proyek Kemenhut. Mereka mendapatkan gaji hingga Rp 50 juta per bulan. Ironisnya, di antara kader PSI yang diangkat itu merupakan pasangan suami istri. Selain itu, beberapa di antara mereka merupakan bekas caleg gagal di Pemilu lalu. Sejumlah kalangan menilai ulah Menhut itu mengabaikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, yang mengatur penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

5. Budi Santoso

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso juga ‘’terpeleset’’ kasus tata niaga minyak goreng rakyat MinyakKita. Sebelum makin riuh menjadi sorotan masyarakat, ada unggahan bahwa volume atau takaran MinyaKita tidak sesuai. Di kemasan tertulis 1 liter, namun kenyataannya hanya 750-800 mililiter. Tidak lama, Budi Santoso merespons dan membantahnya. Bahwa, persoalan itu sudah tidak masalah. Eh, belakangan dari hasil inspeksi mendadak (Sidak), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama tim Satgas Pangan, menemukan praktik ‘’penyunatan’’ MinyaKita itu masih ada. Tidak hanya itu, harganya juga cukup jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter. Ternyata, praktik curang ‘’penyunatan’’ dan harga melebihi HET itu ditemukan di banyak daerah. Padahal, konsumen MinyaKita merupakan rakyat bawah. Artinya, masyarakat kecil sangat dirugikan.

6. Bahlil Lahadalia

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia disorot terkait dengan disertasinya di Universitas Indonesia (UI). Dari hasil penelusuran internal, disertasi menteri yang juga ketua umum DPP Partai Golkar itu ditemukan sejumlah pelanggaran. Sejumlah kalangan pun menilai agar disertasi Bahlil dibatalkan. Namun, Rektor UI Hermansyah dalam jumpa persnya beberapa waktu lalu, hanya memberikan sanksi berupa pembinaan saja. Tidak ada pembatalan. Hanya perbaikan. Beberapa dosen atau guru besar, promotor dan ko-promotor, yang terlibat dalam pelanggaran disertasi itu juga mendapat sanksi pembinaan. Keputusan itu dianggap ‘’melawan’’ hasil rekomendasi empat organ UI. Yakni, dewan guru besar, Majelis Wali Amanat (MWA), dan Senat Akademik. Di antara anggota MWA UI tersebut ada KH Yahya Cholil Staquf, yang merupakan ketua Umum PBNU.

7.Teddy Indra Wijaya

Nama Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Jaya juga tengah dalam sorotan. Yakni, menyangkut kenaikan pangkat ‘’istimewa’’ yang diberikan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Dari semula berpangkat Mayor menjadi Letnan Kolonel. Kebijakan itu dianggap tidak sejalan dengan UU tentang TNI, Kenaikan itu dinilai di luar kelaziman yang telah diterapkan di internal prajurit. Di antaranya, ketentuan mesti melalui Sesko sebelum kenaikan pangkat. Beberapa kalangan pun menyuarakan agar Teddy yang berstatus prajurit TNI itu sebaiknya mengundurkan diri dari TNI karena menduduki jabatan sipil.

8. Raffi Ahmad

Pada Januari 2025, sebuah video viral di media sosial menampilkan iring-iringan mobil berpelat nomor RI 36 yang dikawal oleh petugas patroli dan pengawalan (patwal) kepolisian. Dalam rekaman tersebut, petugas patwal terlihat menegur sopir taksi online dengan sikap yang dianggap arogan. Setelah ditelusuri, mobil berpelat RI 36 tersebut diketahui milik Raffi Ahmad, yang menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni. Kontroversi semakin memanas ketika Raffi Ahmad mengakui bahwa dirinya tidak berada di dalam mobil saat pengawalan tersebut berlangsung. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur dan etika penggunaan fasilitas pengawalan bagi pejabat negara. Kasus ini dinilai bukan hanya mencerminkan arogansi individu, tetapi juga kelemahan dalam pengaturan sistem pengawalan. Beberapa pihak menilai perlu ada pembatasan dan peninjauan ulang terhadap aturan pengawalan pejabat untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.