KabarBaik.co- Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu, sejumlah anggota Kabinet Merah Putih di era Presiden Prabowo Subianto-Wapres Gibran Rakabuming Raka telah menuai kontroversi. Menjadi sorotan publik. Survei di awal oleh beberapa lembaga, pemerintahan hasil Pemilu 2024 ini memang sempat mendapatkan approval rating tinggi.
Di 100 hari pertama, tingkat kepuasan dan ekspektasi publik mencapai 80 persen. Kini, boleh jadi angkanya tak setinggi itu lagi. Tingkat kepercayaan menjadi luruh dampak dari ulah beberapa menteri maupun kebijakan pemerintah secara kelambagaan. Namun, kepastiannya tentu menunggu survei objektif lagi. Yang pasti, pemerintahan ini teeus berpacu dengan waktu.
Berikut beberapa “blunder” anggota Kabinet Merah Putih:
- Natalius Pigai
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengajukan permintaan peningkatan anggaran kementeriannya dari Rp 64 miliar menjadi Rp 20 triliun. Ia beralasan bahwa anggaran besar tersebut diperlukan untuk memperkuat perlindungan HAM, termasuk rencana pendirian Universitas Hak Asasi Manusia (Unham). Namun, permintaan ini mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak, termasuk mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal, yang menilai bahwa kenaikan anggaran tersebut tidak masuk akal dan berpotensi menghamburkan uang negara untuk program yang tidak jelas.
- Yusril Ihza Mahendra
Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra membuat pernyataan kontroversial dengan meremehkan pentingnya pelanggaran HAM terkait Tragedi Mei 1998. Pernyataannya memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM dan organisasi masyarakat sipil, yang menilai bahwa pernyataannya tidak mencerminkan pemahaman yang benar tentang undang-undang HAM.
- Yandri Susanto
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto mendapat sorotan setelah menggunakan kop surat resmi Kementerian untuk mengundang perangkat desa menghadiri acara haul ke-2 ibunya. Tindakan ini menuai kritik luas. Termasuk dari mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, yang menyebut penggunaan kop surat resmi untuk acara pribadi sebagai tindakan yang melanggar etika birokrasi. Maklum, Ratu Rachmatuzakiyah, istri Yandri tengah menjadi calon bupati di Kabupaten Serang. Belakangan, meski dinyatakan menang oleh KPU, Mahmakah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pemohon dengan memutuskan dilakukan pemungutan suara ulang di Pilkada Serang tersebut.
- Raja Juli Antoni
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mendapat sorotan luas setelah terungkap mengangkat banyak kader separtainya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dalam sebuah program atau proyek Kemenhut. Mereka mendapatkan gaji hingga Rp 50 juta per bulan. Ironisnya, di antara kader PSI yang diangkat itu merupakan pasangan suami istri. Selain itu, beberapa di antara mereka merupakan bekas caleg gagal di Pemilu lalu. Sejumlah kalangan menilai ulah Menhut itu mengabaikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, yang mengatur penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). adalah UU Nomor 28 Tahun 1999.
- Budi Santoso
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso juga ‘’terpeleset’’ kasus tata niaga minyak goreng rakyat MinyakKita. Sebelum makin riuh menjadi sorotan masyarakat, ada unggahan bahwa volume atau takaran MinyaKita tidak sesuai. Di kemasan tertulis 1 liter, namun kenyataannya hanya 750-800 mililiter. Tidak lama, Budi Santoso merespons dan membantahnya. Bahwa, persoalan itu sudah tidak masalah. Eh, belakangan dari hasil inspeksi mendadak (Sidak), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama tim Satgas Pangan, menemukan praktik ‘’penyunatan’’ MinyaKita itu masih ada. Tidak hanya itu, harganya juga cukup jauh melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 15.700 per liter. Ternyata, praktik curang ‘’penyunatan’’ dan harga melebihi HET itu ditemukan di banyak daerah. Padahal, konsumen MinyaKita merupakan rakyat bawah. Artinya, masyarakat kecil sangat dirugikan.
- Rini Widyantini
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Ridi Widyantini mendapat sorotan setelah kebijakan penundaan pengangkatan jutaan calon aparatur sipil negara (CASN) formasi tahun 2024. Baik calon pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Rencana awal, mereka akan diangkat Maret-April 2024. Namun, belakangan mundur. Untuk CPNS jadwal pengangkatan direncanakan pada 1 Oktober 2024 atau mundur 7 bulan. Yang lebih tragis lagi PPPK. Jadwal pengangkatan calon PPPK yang sudah lolos seleksi dimundurkan pada 1 Maret 2026. Para CASN itu ramai-ramai mengecam dan menuntut mundur Menpan RB Rini Widyantini. Beberapa pihak pun menyebut penundaan itu sebagai kebijakan yang zalim. Salah seorang di antaranya pernyataan dari anggota DPR RI Rieke Dyah Pitaloka.
- Bahlil Lahadalia
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia disorot terkait dengan disertasinya di Universitas Indonesia (UI). Dari hasil penelusuran internal, disertasi menteri yang juga ketua umum DPP Partai Golkar itu ditemukan sejumlah pelanggaran. Sejumlah kalangan pun menilai agar disertasi Bahlil dibatalkan. Namun, Rektor UI Hermansyah dalam jumpa persnya beberapa waktu lalu, hanya memberikan sanksi berupa pembinaan saja. Tidak ada pembatalan. Hanya perbaikan. Beberapa dosen atau guru besar, promotor dan ko-promotor, yang terlibat dalam pelanggaran disertasi itu juga mendapat sanksi pembinaan. Keputusan itu dianggap ‘’melawan’’ hasil rekomendasi empat organ UI. Yakni, dewan guru besar, Majelis Wali Amanat (MWA), dan Senat Akademik. Di antara anggota MWA UI tersebut ada KH Yahya Cholil Staquf, yang merupakan ketua Umum PBNU.
- Teddy Indra Jaya
Nama Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Jaya juga tengah dalam sorotan. Yakni, menyangkut kenaikan pangkat ‘’istimewa’’ yang diberikan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Dari semula berpangkat Mayor menjadi Letnal Kolonel. Kebijakan itu dianggap tidak sejalan dengan UU tentang TNI, Kenaikan itu dinilai di luar kelaziman yang telah diterapkan di internal prajurit. Di antaranya, ketentuan mesti melalui Sesko sebelum kenaikan pangkat. Beberapa kalangan pun menyuarakan agar Teddy yang berstatus prajurit TNI itu sebaiknya mengundurkan diri dari TNI karena menduduki jabatan sipil.
- Satriyo Soemantri Brodjonegoro
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satriyo Soemantri Brodjonegoro mendapat sorotan setelah pegawainya melakukan aksi unjukrasa pada Januari 2025 lalu. Kejadian itu tidak lama setelah ia menduduki jabatan sebagai Menteri. Beberapa perilaku Satrio dianggap arogam oleh pegawai. Tidak lama kemudian, Satriyo memutuskan untuk mundur sebagai Mendikti Sainstek. Pada 19 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto kemudian menunjuk Prof. Brian Yuliarto sebagai penggantinya. Ia adalah seorang akademisi dan profesor nanoteknologi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menyelesaikan studi sarjananya di bidang Teknik Fisika di ITB pada tahun 1999, kemudian meraih gelar magister dan doktor dalam bidang Quantum Engineering and System Science dari University of Tokyo, Jepang.
- Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, belakangan juga tidak lepas dari sorotan publik. Ini setelah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di awal-awal 2025 dianggap sedang tidak baik-baik saja. Sejumlah indikatornya terpuruk. Beberapa di antaranya, pendapatan negara jeblok atau menurun 28 persen dibandingkan tahun 2024 (YoY). Penerimaan pajak juga turun 41,9 persen (YoY). Utang negara melonjak sebesar 43,5 persen (YoY), yang kini totalnya mencapai Rp 8.909 triliun. Kemudian belanja kementerian/Lembaga negara dipangkas sebesar 45,5 persen. Defisit APBN Rp 23,45 triliun. Penerimaan kepabeanan dan cukai hanya Rp 26,29 triliun atau minus 8,72 persen dari target hingga kondisi mata uang Rupiah yang awet melemah ke Rp 16.357 per USD. Sempat beredar rumor bahwa Sri Mulyani yang beberapa kali menjadi Menkeu tiga Presiden itu mundur.
- Miftah Maulana Habiburrahman
Gus Miftah atau Miftah Maulana Habiburrahman diangkat oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan pada Oktober 2024. Pada 20 November 2024, dalam acara Magelang Bersholawat, Gus Miftah terlibat dalam sebuah insiden yang memicu kontroversi. Saat itu, ia berinteraksi dengan seorang penjual es teh bernama Sunhaji. Gus Miftah bertanya. “Es tehmu masih banyak enggak? Masih? Ya sana dijual, goblok!”. Pernyataan tersebut dianggap menghina dan tidak pantas, sehingga memicu kritik dari masyarakat. Sebagai tanggapan, Gus Miftah mengunjungi rumah Sunhaji untuk meminta maaf secara langsung. Sunhaji menerima permintaan maaf tersebut dan menganggap masalah telah selesai. Namun, insiden ini menimbulkan reaksi luas. Sebuah petisi daring yang meminta Presiden Prabowo Subianto mencopot Gus Miftah dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama mendapatkan lebih dari 215.000 tanda tangan. Pada 6 Desember 2024, Gus Miftah mengundurkan diri dari posisinya tersebut. Setelah pengunduran dirinya, muncul spekulasi mengenai penggantinya. Beberapa nama, seperti Ustad Adi Hidayat, sempat disebut-sebut sebagai calon pengganti. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai siapa yang akan menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh Gus Miftah.
- Rafi Ahmad
Pada Januari 2025, sebuah video viral di media sosial menampilkan iring-iringan mobil berpelat nomor RI 36 yang dikawal oleh petugas patroli dan pengawalan (patwal) kepolisian. Dalam rekaman tersebut, petugas patwal terlihat menegur sopir taksi online dengan sikap yang dianggap arogan. Setelah ditelusuri, mobil berpelat RI 36 tersebut diketahui milik Raffi Ahmad, yang menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Generasi Muda dan Pekerja Seni. Kontroversi semakin memanas ketika Raffi Ahmad mengakui bahwa dirinya tidak berada di dalam mobil saat pengawalan tersebut berlangsung. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur dan etika penggunaan fasilitas pengawalan bagi pejabat negara. Kasus ini dinilai bukan hanya mencerminkan arogansi individu, tetapi juga kelemahan dalam pengaturan sistem pengawalan. Beberapa pihak menilai perlu ada pembatasan dan peninjauan ulang terhadap aturan pengawalan pejabat untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
- Sakti Wahyu Trenggono
Pada awal tahun 2025, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono turut tersorot dalam kontroversi terkait pemasangan pagar laut ilegal di pesisir Tangerang, Banten. Pagar sepanjang 30,16 kilometer tersebut bukan hanya ilegal, melainkan juga dapat mengancam ekosistem perairan, menghalangi akses nelayan kecil, dan melanggar hak atas laut sebagai ruang publik. Ketika TNI-AL atas perintah Presiden Prabowo Subianto untuk membongkar pagar laut ilegal tersebut, Menteri KKP Trenggono meminta agar pembongkaran ditunda hingga penyelidikan selesai. Pernyataan ini memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk Persaudaraan Tani-Nelayan Indonesia, yang menilai bahwa tindakan TNI-AL sudah sesuai dengan tugas mereka dalam menjaga kedaulatan maritim dan kelestarian laut. Kontroversi ini juga memicu desakan dari anggota Komisi IV DPR RI untuk mengevaluasi kinerja Menteri Trenggono. Mereka menilai bahwa KKP lambat merespons isu strategis di sektor kelautan dan perikanan serta kurangnya koordinasi dengan instansi terkait. Terlebih ditemukan sejumlah kasus serupa di wilayah perairan laut.
- Zulkifli Hasan
Saat masih menjadi Menteri Perdagangan (Mendag), pada Juni 2024, Zulkifli Hasan yang kini menjadi Menko Pangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 sebagai revisi dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023. Perubahan ini bertujuan untuk mengatasi penumpukan kontainer barang impor di pelabuhan utama seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Permendag itupun belakangan dianggap sebagai salah satu biang gulung tikarnya sejumlah perusahaan tekstil. Salah satu di antaranya PT Sritex. Ribuan bahkan puluhan ribu pekerja eks pabrik tekstil itupun terkena PHK. Organisasi buruh, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), menuntut pencabutan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Namun, Kemendag menyatakan tidak akan mencabut peraturan tersebut, dengan alasan bahwa aturan itu tidak secara langsung menyebabkan penurunan kinerja industri tekstil. (*)