An-Nadzir Idul Fitri Minggu 30 Maret, NU Tunggu Rukyatul Hilal, Muhammadiyah Berlebaran 31 Maret

oleh -1508 Dilihat
IMG 20240409 WA0013
Aktivitas rukyatul hilal LF PWNU Jatim

KabarBaik.co- Kapan umat Islam Indonesia merayakan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah? Ternyata, dipastikan berbeda-beda. Jemaah An-Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), bakal berlebaran lebih awal. Mereka telah menetapkan 1 Syawal 1446 H jatuh pada Minggu (30/3).

Muhammad Samiruddin Pademmui, pimpinan An-Nadzir Gowa, dalam keterangannya Jumat (27/3), menyatakan, metode perhitungan yang dipakai tetap konsisten dengan ajaran para guru. Termasuk KH Syamsuri Abdul Madjid dan Ustad Rangka Hanong Daey Kiyo. Perhitungan tersebut juga didukung data dari aplikasi Luna SolCal dan Sun Position Demo.

Sebelumnya, Jemaah An-Nadzir Gowa mulai melaksanakan puasa Ramadan 1446 H pada Jumat, 28 Februari 2025. Namun, secara sempurna puasa itu dilaksanakan pada Sabtu, 1 Maret 2025. Selanjutnya, dalam pengamatan perjalanan bulan, purnama 14, 15, dan 16 Ramadan, jatuh pada 13, 14, dan 15 Maret 2025. Pada Kamis, 27 Maret 2025, pengamatan hilal dilakukan di Gowa, Palopo, dan Bone menggunakan kain tipis hitam.

kabarbaik lebaran

‘’Pengamatan 28 Ramadan 1446 H bertepatan dengan Kamis, 27 Maret 2025. Bulan terbit di timur jam 03.52 WITA, dan tenggelam di ufuk barat jam 16.25 WITA,’’ kata Samiruddin.

Berdasarkan perhitungan hisab dan rukyat tersebut, lanjut dia, pergantian bulan dari Ramadan ke Syawal terjadi pada Sabtu, 29 Maret 2025, sekitar pukul 19.00 Wita. Fenomena gerhana matahari yang terjadi di beberapa wilayah dunia pada hari yang sama, juga dianggap sebagai tanda pergantian bulan.

Tentang Jemaah An-Nadzir

Jemaah An-Nadzir merupakan salah satu aliran Islam di Indonesia. Dari laporan Tempo, jemaah ini bermula dari seorang ulama bernama Ustad Syamsuri Abdul Madjid yang menggelar tablig akbar di Sulsel pada 1998. Berdarkan penuturan Samiruddin, kedatangannya Syamsuri bersafari itu mengundang simpati sehingga banyak orang menjadi pengikutnya. Syamsuri bermukim di Kota Dumai, Riau, dan sempat mendirikan Pondok Pesantren Al Adawiyah.

Awalnya, Syamsuri mendirikan Majelis Jundullah dengan pengikut sampai puluhan ribu orang. Para pengikut memanggilnya dengan sebutan ‘Abah’. Namun Majelis Jundullah berbenturan dengan nama Laskar Jundullah di Makassar, yang didirikan Agus Dwikama. Karena itu, ada pertemuan di Jakarta untuk membahasanya. Hasilnya memutuskan nama Majelis Jundullah diubah agar tidak terjadi keributan.

Anggota jemaah sempat bingung untuk mencari nama yang tepat. Samiruddin menuturkan, akhirnya Syamsuri  merenung dan membuka Alquran tiga kali. Setelah merenung memohon kepada Allah, ditemukan nama An-Nadzir sebagai pengganti Majelis Jundullah.

An-Nadzir tersebut, lanjut dia, dari bahasa Arab. Artinya, pemberi peringatan, bukan hanya untuk pengikutnya melainkan juga masyarakat umum. Perubahan nama itu terjadi tahun 2003 dan nama itu yang dipakai sampai sekarang.

Awalnya, Jemaah An-Nadzir belum dikenal banyak orang, walaupun sudah lama terbentuk. Pada 2005, Syamsuri meninggal dunia.  An-Nadzir mulai mendapat perhatian masyarakat saat terjadi proses hijrah jemaah dari Kota Palopo ke Kabupaten Gowa pada 2006. Jemaah An-Nadzir menempati lahan seluas 5 hektare di Desa Mawang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, dengan warga mencapai 5.000 jiwa.

Sehari-hari mereka memakai sorban dan jubah hitam-hitam. Ciri khas lainnya berrambut pirang dan memakai celak bagi laki-laki. Sedangkan perempuan menggunakan cadar penutup muka dan jilbab besar.

Dalam menetapkan waktu salat, An-Nadzir menggunakan alat pengukur bayangan matahari. Misalnya, salat Zuhur ditetapkan pukul 16.00 WITA, Asar pukul 16.30 WITA, dan Magrib ketika senja dan langit gelap. Adapun salat Isya dilakukan menjelang Subuh, yakni pukul 05.00 WITA. Pengikut Jemaah An-Nadzir dari beragam kalangan. Baik petani, sopir, tukang bangunan, dan pegawai.

NU dan Muhammadiyah

Lembaga Falakiyah (LF) PBNU telah merilis data hilal jelang akhir Ramadan 1446 H melalui Informasi Hilal Awal Syawal 1446 H. Data ini merupakan hasil perhitungan LF PBNU yang dilakukan untuk hari Sabtu Kliwon, 29 Ramadan 1446 H/29 Maret 2025, pada titik Gedung PBNU Jl Kramat Raya Jakarta Pusat dengan koordinat 6º 11’ 25” LS 106º 50’ 50” BT.

Perhitungan tersebut dilakukan berdasarkan perhitungan metode ilmu falak (sistem hisab) jamai atau tahqiqy tadqiky ashri kontemporer khas NU. Data hisab menunjukkan, ketinggian hilal marie -1 derajat 59 menit 16 detik. Hal ini berarti hilal masih berada di bawah ufuk. Dengan demikian, hilal belum memenuhi kriteria imkanur rukyah. Adapun ijtimak atau konjungsi terjadi pada Sabtu Kliwon, 29 Maret 2025, pukul 17:58:27 WIB. Sementara letak matahari terbenam berada pada posisi 3 derajat 32 menit 52 detik utara titik barat.

LF PBNU juga merilis data hilal di sejumlah daerah lain di Indonesia. Khususnya ketinggian terkecil dan terbesar. Parameter hilal terkecil terjadi di Kota Merauke, Provinsi Papua Selatan, dengan tinggi hilal -3 derajat 24 menit. Sedangkan parameter hilal terbesar, terjadi di Kota Lhoknga, Aceh, dengan tinggi hilal -0 derajat 59 menit. Elongasi hilal haqiqy di Indonesia pada 29 Ramadan 1446 H bervariasi antara 2º 58’ hingga 3º 01’. Lama hilal di atas ufuk di seluruh Indonesia pada 29 Ramadan 1446 H adalah 0 detik.

Dari data-data tersebut, tinggi hilal marie dan elongasi hilal haqiqy, di bawah ufuk dan di bawah kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama (IRNU). Dengan demikian, hilal berada pada zona istihalah al-rukyah atua mustahil terlihat.

Meskipun demikian, LF PBNU menyampaikan bahwa ikhbar kapan Hari Raya Idul Fitri 1446 H akan disampaikan secara resmi oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf pada Sabtu (29/3) malam, sekitar pukul 19.00 WIB. Yakni, setelah pihaknya melaksanakan pengamatan langsung bulan (rukyatul hilal) serta keputusan sidang Isbat pemerintah.

Adapun, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1446 Hijriah, yang menandai Hari Raya Idul Fitri, jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025. Penetapan ini didasarkan pada Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1446 Hijriah.

Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal dalam menentukan awal bulan Hijriah. Metode ini melibatkan perhitungan posisi geometris matahari dan bulan terhadap bumi untuk menentukan kapan hilal (bulan sabit pertama) muncul setelah konjungsi (ijtimak). Jika pada saat matahari terbenam, bulan berada di atas ufuk, maka keesokan harinya ditetapkan sebagai awal bulan baru. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.