KabarBaik.co – Kasus pencabulan santriwati oleh pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Karangan, Trenggalek, memasuki tahap baru. Kedua terdakwa, Masduki, 72 tahun dan Faisol, 37 tahun, yang merupakan ayah dan anak, dijadwalkan akan mendengarkan pembacaan tuntutan pada 5 September nanti. Namun, jadwal tersebut masih tentatif dan bisa berubah tergantung perkembangan sidang.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Trenggalek Rio Irnanda, mengonfirmasi bahwa kedua terdakwa telah mengakui perbuatannya selama pemeriksaan. “Kedua terdakwa mengakui tindakannya,” ujar Rio saat dikonfirmasi media, Minggu (1/9).
Pengakuan ini memperkuat posisi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menyusun tuntutan yang akan dibacakan di sidang mendatang. Rio juga menjelaskan bahwa pembacaan tuntutan terhadap kedua terdakwa mendapatkan arahan langsung dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Menurutnya, langkah ini diambil karena kasus tersebut merupakan perkara yang serius dan menjadi sorotan publik.
“Ini dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku. Karena kasus M dan F termasuk perkara penting yang menarik perhatian masyarakat, sehingga mendapat arahan langsung dari Kejati,” jelas Rio.
Ayah-Anak Pengasuh Pondok Pesantren di Trenggalek Didakwa Cabuli Santriwati, Terancam Hukuman Berat
Dalam sidang sebelumnya, JPU telah menghadirkan beberapa saksi ahli, termasuk ahli psikologi yang menyatakan bahwa kedua terdakwa melakukan perbuatan tersebut dalam keadaan sadar. Bukti-bukti yang ada semakin memperkuat dakwaan terhadap Masduki dan Faisol, yang terancam dikenai pasal berlapis.
Pada tahap awal persidangan, Masduki dan Faisol didakwa dengan sejumlah pasal berat, di antaranya Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Pasal 6 huruf c, Pasal 15 ayat (1) huruf b, dan huruf g UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Keduanya juga dijerat dengan Pasal 294 ayat (1) dan (2) ke-2 KUHPidana.
Jika terbukti bersalah, mereka bisa menghadapi hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 5 miliar, ditambah sepertiga dari hukuman jika terbukti bahwa mereka adalah pengasuh atau pendidik di pesantren tersebut. (*)








