KabarBaik.co – Kopi dari lereng Gunung Raung memiliki cita rasa khas yang memikat penikmat kopi lokal. Namun hingga saat ini belum menemukan pasar yang luas untuk menjual hasil panennya.
Zainal, 52 tahun, seorang petani kopi asal Desa Sumberbulus, Kecamatan Sukowono, Jember mengaku sudah 13 tahun menjadi petani kopi.
Ia mengungkapkan bahwa rasa kopi lereng Gunung Raung yang ditanam memiliki rasa yang khas.
“Kopi yang ditanam di tanah berbeda pasti punya cita rasa sendiri, beda dengan yang di lereng Argopuro misalnya,” kata Zainal, Rabu (5/11/).
Zainal mengaku mulai membudidayakan kopi pada tahun 2012. Awalnya mencari bibit unggul dari kawasan Perkebunan Kali Jompo.
Namun meski memiliki rasa yang khas, lanjut Zainal, kopi Raung masih mengandalkan pasar lokal dengan pembeli yang didominasi oleh tetangga dan perangkat desa.
“Pasarnya masih tetangga-tetangga, orang-orang desa, kaur-kaur desa,” katanya.
Ia menyampaikan, pembeli lokal biasanya membeli sesuai kebutuhan, rata-rata 1 kilogram atau setengah kilogram.
Untuk harga jual, Zainal menyebutkan, untuk kopi bubuk Rp 100.000 per setengah kilogram sedangkan biji kopi Rp 70.000 per kilogram.
Setelah 13 tahun bertahan, kendala utama yang dihadapi Zainal adalah faktor cuaca. Stabilitas cuaca sangat menentukan hasil panen.
“Selama hampir 13 tahun ini kendala cuma dari cuaca saja. Kalau cuacanya stabil, buah kopinya bisa lebat. Kalau hujan terus, bisa retak,” paparnya.
Menyikapi tantangan ini, Zainal menyampaikan harapan besar kepada pemerintah daerah. Ia meminta agar pemerintah lebih memerhatikan sektor pertanian kopi, khususnya dalam penyediaan pupuk dan stabilitas harga jual.
“Kalau bisa pemerintah juga punya tempat (pasar) sendiri untuk kopi rakyat biar tidak dipermainkan sama tengkulak-tengkulak dan pengepul itu,” pungkasnya. (*)






