Bertani- Pemkot Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terus berupaya melakukan penataan dan perawatan taman-taman kota hingga jalur hijau. Salah satunya mempercantik jalur hijau di Jalan Mayjen Sungkono.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati DLH Myrna Augusta Aditya Dewi mengatakan, penataan jalur hijau pada pedestrian dan beberapa ruas jalan di Kota Pahlawan bertujuan untuk terus mempercantik tampilan kota.
“Ruas jalan di Jalan Mayjen Sungkono ditinggikan karena ada proyek pengerjaan box culvert untuk atasi banjir. Karena itu, kami benahi kembali jalur hijaunya,” ujar Myrna dilansir website Diskominfo Jatim, Sabtu (2/2).
Myrna menjelaskan, proses penataan atau penanaman jalur hijau di Kota Surabaya menggunakan tanah sedimen dari normalisasi sungai atau bozem. Sebab, dalam sedimen tersebut mengandung unsur hara atau mineral yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
“Sedimen diletakkan terlebih dahulu sebagai dasar, lalu ditata dan dibentuk menggunakan cangkul atau alat berat. Kemudian dilakukan pelapisan dengan kompos serta tanah tanam, setelah media tanahnya siap baru dilakukan penanaman,” ujar Myrna.
Karena proses atau tahapan yang cukup panjang, Myrna menyebut, penataan ulang jalur hijau di kawasan Mayjen Sungkono sepanjang satu kilometer ditargetkan rampung pada Februari 2025. “Memang belum terlihat bagus karena masih proses. Kami selesaikan secepatnya di Februari, karena banyak lokasi lain memang di rayon barat yang akan dibenahi,” terangnya.
Myrna meminta masyarakat untuk tidak langsung berasumsi macam-macam ketika melihat ada tumpukan tanah sedimen dalam karung di sekitar kawasan tersebut. Sebab, hal itu merupakan bagian dari proses penataan jalur hijau. “Kalaupun ada sampah yang terlihat, itu hanya satu atau dua yang terbawa saat proses pemindahan tanah sedimen. Sampahnya kami bersihkan setelah proses penataan tanah sedimen selesai,” tegasnya.
Proses serupa untuk penataan taman atau jalur hijau sudah sering dilakukan. Tak hanya di Jalan Mayjend Sungkono, tapi dibanyak ruas jalan yang ada di Kota Surabaya. “Selama ini prosesnya sama, kami lakukan hal serupa di Jalan Diponegoro, Ngagel dan lainnya. Cuma mungkin sudah kelihatan bagus, kalau di Jalan Mayjend Sungkono masih proses,” paparnya.
Myrna menegaskan, penggunaan tanah sedimen untuk tanaman diperbolehkan dan tidak beresiko merusak. Selain itu, dapat menghemat anggaran. “Taman dan jalur hijau kami ada ribuan, sehingga dengan pemakaian tanah sedimen bisa menghemat anggaran untuk dialokasikan pada perawatan lainnya,” tambahnya.
Penyiraman taman dan jalur hijau, lanjut dia, pihaknya juga menggunakan air sungai. Sungai di Kota Surabaya sendiri paling rendah sudah memenuhi kelas IV. Artinya, kelas tersebut dapat diperuntukkan untuk penyiraman tanaman dan memiliki unsur hara yang bermanfaat bagi tanaman.
“Kami berharap masyarakat tidak langsung mengambil kesimpulan apabila menemukan hal-hal yang dipertanyakan, terutama mengenai perawatan taman dan jalur hijau di Kota Surabaya. Apa yang kami lakukan tentunya untuk menjaga tanaman itu sendiri,” pungkasnya. (*)