HeadlinePetani Muda

Petani Muda Jateng Kian Percaya Diri: Dari Sawah ke Supermarket, dari Ladang ke Medsos

195
×

Petani Muda Jateng Kian Percaya Diri: Dari Sawah ke Supermarket, dari Ladang ke Medsos

Sebarkan artikel ini
Shofyan Adi Cahyono, pemilik Sayur Organik Merbabu (SOM)

Bertani- Wajah pertanian Jawa Tengah kini tak lagi identik dengan petani berusia senja yang berkutat di sawah berlumpur. Regenerasi petani tengah bergeliat. Anak-anak muda tampil percaya diri, menggarap lahan dengan teknologi modern, mengelola bisnis pertanian layaknya startup, bahkan memasarkan hasil panen lewat media sosial.

Fenomena itu salah satunya terlihat dari perjalanan Shofyan Adi Cahyono, pemilik Sayur Organik Merbabu (SOM). Pemuda berusia 30 tahun asal Kopeng, Getasan, Kabupaten Semarang, ini berhasil menjadikan pertanian organik sebagai ladang bisnis berdaya saing tinggi. Produk sayurnya kini menghiasi rak swalayan di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Jabodetabek, hingga Kalimantan.

Event Organizer Kabarbaik

“Kita pakai green house, pupuk organik kita buat sendiri, irigasi pakai sistem tetes, pascapanen sayur menggunakan plasma ozon, dan distribusi dengan mobil berpendingin,” ungkap Shofyan dilansir dari laman resmi Pemprov Jateng, Minggu (24/8)

Produk SOM mulai dari selada, tomat cherry, hingga kabocha dipasarkan dengan harga Rp10 ribu sampai Rp60 ribu per kilogram. Keberhasilannya juga mendorong petani muda lain di sekitarnya bergabung dalam Kelompok Tani Citra Muda.

Cerita serupa datang dari Aspuri, petani muda di Grabag, Magelang, yang fokus mengembangkan padi organik. Dengan pupuk dan pestisida alami buatan sendiri, biaya produksi lebih hemat, sementara harga jual beras organik di supermarket bisa mencapai Rp20 ribu per kilogram. “Prospeknya cerah, karena produk pertanian organik pasti dibutuhkan konsumen,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun menangkap semangat baru ini. Melalui program Zilenial Jateng dan pelatihan di Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Soropadan, ribuan petani muda mendapat akses teknologi, permodalan, hingga strategi agribisnis.

Kepala Bapeltan Jateng, Opik Mahendra, menyebut sudah ada 5.000 petani milenial yang mengikuti pelatihan modernisasi pertanian. “Ke depan, pertanian harus dikelola dengan inovasi, teknologi, dan digitalisasi. Kami ingin mengubah persepsi lama bahwa jadi petani itu tidak menjanjikan masa depan,” tegasnya.

Dengan dukungan teknologi dan ekosistem bisnis, regenerasi petani di Jawa Tengah tak lagi sekadar wacana. Anak-anak muda kini turun ke sawah dengan gaya baru: ramah lingkungan, berorientasi pasar, dan tentu saja—melek digital. (*)