Bertani- Suasana berbeda terlihat di lahan subur milik Lapas Kelas IIB Bojonegoro pada Sabtu (5/7). Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Kakanwil Ditjenpas) Jawa Timur, Kadiyono, tak hanya hadir secara simbolik, melainkan turut serta langsung dalam panen raya yang digelar di lahan Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE).
Bahkan, dalam momen tersebut, Kadiyono terlihat mengendarai sendiri mesin penggiling padi di tengah sawah, menyiratkan pesan kuat: pemasyarakatan bisa dan harus menyatu dengan rakyat.
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni panen, melainkan bukti nyata transformasi wajah pemasyarakatan—dari yang semula berfokus pada pengamanan, kini berorientasi pada pemberdayaan dan kemandirian. SAE Lapas Bojonegoro adalah buktinya.
“Ini bukan hanya lahan asimilasi, ini adalah pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat. SAE Bojonegoro bukan hanya terbesar di Jawa Timur, tapi juga paling produktif dan berdampak,” tegas Kadiyono dalam sambutannya, disambut antusias para peserta dan jajaran pemasyarakatan.
Turut mendampingi dalam kegiatan ini, Kalapas Bojonegoro Hari Winarca, serta jajaran Kanwil Ditjenpas Jatim: Kabid Pembimbing Kemasyarakatan Tjahya Rediantana dan Kabid Perawatan, Pengamanan, dan Kepatuhan Internal Efendi Wahyudi. Sinergi antara pusat dan daerah ini mempertegas keseriusan membangun pemasyarakatan yang inklusif dan berdaya.
Panen kali ini tidak hanya melibatkan padi, tetapi juga jagung, ubi, dan kegiatan tebar benih ikan nila, mencerminkan pendekatan holistik antara pertanian, peternakan, dan perikanan. Semuanya merupakan hasil kerja keras para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang terlibat aktif dalam program SAE.
Uniknya, lahan SAE Lapas Bojonegoro—seluas 23,7 hektare—tidak hanya menjadi tempat pembinaan warga binaan, tetapi juga melibatkan masyarakat sekitar sebagai buruh tani. Ini menciptakan ekosistem sosial yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
“Ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi gerakan bersama. Dan lapas bisa jadi pionirnya. Bojonegoro sudah membuktikannya,” ujar Kadiyono.
Kalapas Bojonegoro, Hari Winarca, menambahkan bahwa keberhasilan SAE adalah buah dari sinergi petugas dan warga binaan yang ingin berubah.
“Program ini bukan hanya membekali keterampilan, tapi juga menanamkan semangat berkarya. Kami ingin mereka keluar dari sini tidak hanya bebas secara fisik, tetapi juga mandiri secara ekonomi,” ungkapnya.
Kegiatan panen raya ini menjadi momentum penting memperkuat kolaborasi antara lapas, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan. Lebih dari itu, ini adalah simbol transformasi pemasyarakatan menuju sistem yang humanis, produktif, dan inklusif.
Melalui SAE, Lapas Bojonegoro membuktikan bahwa pembinaan kemandirian bukanlah jargon kosong. Ini adalah kekuatan riil yang mengubah tantangan menjadi peluang, dan menjadikan warga binaan sebagai bagian aktif dari solusi sosial dan ekonomi bangsa. (*)