KabarBaik.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro diprediksi bakal menghadapi tantangan fiskal serius pada Tahun Anggaran 2026. Sebab, alokasi dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah (TKD) diproyeksikan menurun tajam, terutama dari sektor unggulan daerah, yakni minyak dan gas bumi (migas).
Kepala Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, mengungkapkan bahwa total TKD untuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp 3,29 triliun. Jumlah ini anjlok sekitar Rp 1,46 triliun dibandingkan alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp 4,75 triliun.
“Kami sampaikan bahwa alokasi dana transfer pusat ke daerah (TKD) untuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2026 memang dialokasikan turun,” ujar Teguh Ratno Sukarno, Minggu (5/10).
Menurut Teguh, penurunan paling signifikan terjadi pada komponen Dana Bagi Hasil (DBH). Jika pada 2025 Bojonegoro menerima DBH sebesar Rp 2,92 triliun, maka pada 2026 angkanya merosot drastis menjadi hanya Rp 1,24 triliun atau berkurang sekitar Rp 1,68 triliun.
Ia menjelaskan bahwa penurunan tajam ini disebabkan oleh kebijakan baru dalam Undang-Undang APBN 2026, yang menetapkan bahwa alokasi DBH Sumber Daya Alam (SDA) hanya dihitung 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Kebijakan ini berbeda dengan perhitungan sebelumnya yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD),” jelasnya.
Selain faktor regulasi, Teguh menjelaskan bahwa fluktuasi harga komoditas global juga turut memengaruhi besaran DBH yang diterima daerah. “Untuk DBH SDA, penurunan juga bisa disebabkan oleh harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” imbuhnya.
Penurunan dana transfer ini bukan hanya dialami Bojonegoro. Secara nasional, APBN 2026 menetapkan alokasi TKD sebesar Rp 693 triliun, turun sekitar Rp 155 triliun dibandingkan alokasi tahun sebelumnya yang mencapai Rp 848 triliun.
Sebagai informasi, dana TKD mencakup berbagai komponen, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Dana Desa. Seluruhnya menjadi penopang utama anggaran daerah untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik di seluruh Indonesia. (*)