Di Antara Harapan dan Bahaya: Kisah Minyak Rakyat Gendono

oleh -121 Dilihat
GENDONO
Bupati Dr. H.Arief Rohman bersama Forkompimda Blora gerak cepat tinjau lokasi pengeboran sumur minyak yang terbakar di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Senin (18/8). (Foto Pemkab)

DI TIMUR Kabupaten Blora, Jawa Tengah, ada sebuah desa kecil bernama Gandu. Luasnya hanya 7,4 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 1.925 jiwa. Di salah satu dusunnya, Gendono, tragedi baru saja terjadi: sebuah sumur minyak rakyat meledak. Tiga nywa terenggut. Peristiwa ini bukan sekadar bencana lokal, melainkan potret rapuhnya hidup di tanah kaya minyak.

Udara siang di Gendono terasa berat. Panas menyengat. Sesekali bau tajam minyak mentah menusuk hidung. Di kejauhan, suara mesin tua bercampur dengan kokok ayam. Dusun ini dihuni sekitar 350 kepala keluarga (KK). Sebagian besar petani. Sebagian lain buruh harian atau kerja lepas. Hidup mereka sebagian besar pas-pasan. Sederhana. Banyak yang bergantung pada sawah tadah hujan dan ladang kebun.

Gendono berdiri di hamparan dataran rendah. Bercampur perbukitan kapur. Tanah gamping yang keras. Elevasinya hanya sekitar seratus meter di atas laut. Musim hujan membawa tanaman brrtumbuh. Tetapi begitu kemarau, tanah merekah, air sulit dicari.

Awalnya, warga hanya ingin mengebor tanah untuk mendapatkan air bersih. Sumur-sumur dangkal tak lagi memadai. Tetapi bukan air yang keluar. Dari lubang-lubang itu muncul cairan hitam, lengket, berbau menyengat. Minyak.

Kepala Desa Gandu, Iwan Sucipto, mengingat jelas ikhwal kisah itu. “Awalnya warga kesulitan air bersih, terutama saat kemarau. Mereka mengebor untuk mencari air. Tetapi yang keluar justru minyak. Dari situlah semuanya berubah,” katanya dikutip dari Antara, Selasa (19/8).

Kabar itu cepat menyebar. Bukan hanya warga desa, orang luar pun berdatangan. Ada yang ikut membiayai pengeboran. Ada yang menanam modal kecil-kecilan. “Dalam waktu singkat, sumur-sumur itu bermunculan,” tutur Iwan.

Kini, jumlahnyaa ada sekitar 60 titik. Lumayan banyak. Sepuluh di antaranya berada tepat di tengah permukiman dan sudah menghasilkan setiap hari.

Bagi warga, minyak itu seakan jadi rezeki baru. Sawah yang kering tak selalu menjanjikan panen. Harga pangan perkebunan atau persawahan tak menentu. Tetapi dari sumur, tiap hari bisa mengalir uang. Ada yang mampu merenovasi rumah, membeli motor hingga membayar biaya sekolah anak. Di antara kerasnya hidup di tanah karst, minyak itu seolah menjelma jadi penyelamat.

Sebetulnya, Iwan tak pernah berhenti untuk mengingatkan. Berhati-hati. “Saya sudah berulang kali memperingatkan soal bahaya keberadaan sumur minyak di area permukiman. Tetapi tetap karena minyak dianggap peluang untuk memperbaiki ekonomi mereka.”

Minyak mudah terbakar. Percikan kecil bisa meledak jadi bencana. Itulah yang terjadi beberapa hari lalu. Sebuah sumur di Gendono terbakar. Ledakannya keras, disusul kobaran api menjulang ke langit. Warga panik. Api merambat ke sekitar.

Peristiwa itu merenggut korban. Tiga orang meninggal dunia. Dua lainnya, termasuk seorang balita, dirawat dengan luka bakar. Ratusan orang dievakuasi. BPBD turun tangan. Excavator dikerahkan untuk menimbun lubang. Tanggul tanah dibuat agar api tak merembet. Polisi memasang garis kuning. Tetapi trauma masih tersisa.

Pemerintah daerah menyebut bahwa semua sumur itu belum legal. Penjualan masih lewat pengepul ke pengepul. Belum melalui koperasi atau BUMDesa yang seharusnya dapat bekerja sama dengan Pertamina. Bahkan karena itu polisi berencana merazia seluruh sumur ilegal.

Namun, bagi warga, berhenti tidaklah mudah. Di bawah kaki mereka, minyak terus mengalir. Dan di atas permukaan, perut harus tetap diisi.

Jejak Kolonial

Cerita minyak di Blora itu bukan hanya milik Gendono hari ini. Sejarah panjang sudah tercatat sejak era kolonial. Berdasarkan catatan. tahun 1892, sumur Kawengan mulai diproduksi. Setahun kemudian, 1893, giliran Ledok. Dari dua nama itu, industri migas di Jawa lahir.

Belanda bergerak cepat. Perusahaan besar seperti Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Nederlandsch Koloniale Petroleum Maatschappij membuka puluhan lapangan di Cepu. Catatan menyebut ada sekitar 27 lapangan minyak aktif pada awal abad ke-20.

Bukan hanya sumur. Kilang juga didirikan. Wonokromo di Surabaya beroperasi sejak 1893. Cepu punya kilangnya sendiri setahun setelahnya. Minyak dari Blora dan Bojonegoro mengalir ke tangki-tangki besar, lalu dikirim ke Eropa.

Sejarawan J. Ph. Poley menyebut masa itu sebagai era “Eroïca”. Masa heroik pencarian minyak di Hindia Belanda. Dari kawah karst Kendeng, minyak menghidupi mesin industri kolonial.

Kini, lebih seabad kemudian, Gendono seakan mengulang kisah lama. Minyak muncul, lalu dieksploitasi dengan cara seadanya. Bedanya, bukan perusahaan Belanda yang menguasai. Melainkan warga desa dengan modal terbatas.

Namun risikonya tetap sama. Bahaya kebakaran. Perebutan keuntungan. Dan aturan hukum yang selalu mengikat. Pemerintah mendorong jalan keluar. Produksi rakyat bisa masuk jalur resmi. Lewat koperasi atau BUMDesa, minyak rakyat bisa dijual ke kontraktor migas dengan harga sekitar delapan puluh persen dari ICP.

Kabarnya, skema itu sedang dibicarakan. Tujuannya jelas! Warga tetap mendapat manfaat, sementara keselamatan dan legalitas terjaga. Penambangan kelak dilakukan dengan standar keamanan yang lebih baik. Prinsipnya, warga tak boleh dibiarkan kehilangan sumber pendapatan, namun keselamatan mesti  jadi prioritas.

Gendono, boleh jadi hanya satu potret kampung yang hidup di persimpangan. Di satu sisi, bayang-bayang kemiskinan atau beban hidup kian menekan. Di sisi lain, bahaya mengintai.

Yang jelas, malam di Gendono sering temaram. Suara jangkrik dari kebun. Tetapi di sudut lain, ada cahaya obor menyala di sekitar sumur-sumur itu. Mesin pengerek berdengung pelan. Seakan mengingatkan akan sejarah minyak Blora belum berakhir. Dari Kawengan dan Ledok di akhir abad ke-19, hingga Gendono hari ini. Minyak tetap menetes. Bersama harapan. Bersama ketakutan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.