KabarBaik.co – Puluhan warga dari tiga desa, yaitu Manduro, Sumbergondang, dan Sumberingin, memadati area Situs Jeladri di Kecamatan Kabuh, Jombang pada Rabu (16/4).
Kedatangan mereka bertujuan untuk menyaksikan pembongkaran sebuah petilasan yang baru dibangun dalam dua tahun terakhir dan diduga tidak sesuai dengan sejarah situs tersebut.
Kepala Desa Manduro Jamilun, menjelaskan bahwa petilasan yang dibongkar itu berada di wilayah administrasinya. Namun secara kultural juga dihormati oleh dua desa tetangga.
“Polemik ini bermula pada tahun 2023, ketika seorang warga Desa Sumbergondang bernama Kucan membangun sebuah situs atau petilasan baru di area Jeladri. Petilasan itu diberi nama Sunan Candramata bin Sunan Geseng, atau dikenal juga sebagai Sunan Elang Putih,” ungkapnya.
Menurut Jamilun, pembangunan petilasan ini didasarkan pada petunjuk dari tiga tokoh spiritual yang menjadi guru Kucan, yaitu Kiai Muhajir dari Majnun, Habib Sholeh dari Mojokerto, dan Suwari dari Desa Jatigedong, Jombang.
Ketiga tokoh tersebut diklaim memberikan isyaroh atau petunjuk bahwa Situs Jeladri merupakan tempat peristirahatan terakhir Sunan Candramata.
Namun, keberadaan petilasan baru ini menimbulkan keresahan di antara tokoh masyarakat, sesepuh adat, tokoh agama, dan perwakilan pemerintah dari ketiga desa.
“Setelah melalui musyawarah, kami sepakat untuk membongkar petilasan Sunan Candramata,” tegas Jamilun.
Ia menjelaskan bahwa keberadaan petilasan tersebut dianggap tidak sesuai dengan keaslian sejarah Situs Jeladri. Berdasarkan catatan dan kepercayaan masyarakat setempat, Situs Jeladri hanya memiliki dua petilasan utama, yaitu petilasan Eyang Wirorojo atau Wiro Sakti dan petilasan Sembilan, serta sebuah punden bernama Nambi.
“Pembongkaran ini bertujuan agar generasi penerus kita, termasuk dari tiga desa ini, tidak dikaburkan dengan sejarah yang fiktif,” ujar Jamilun.
Ia khawatir jika petilasan yang dianggap palsu itu dibiarkan, akan muncul lagi makam atau pesarean lain di kemudian hari, yang semakin menjauhkan generasi mendatang dari sejarah yang sebenarnya.
Keputusan untuk membongkar petilasan Sunan Candramata disambut dengan antusias oleh warga ketiga desa.
Mereka menyaksikan proses pembongkaran yang menandakan kesepakatan untuk melestarikan keaslian sejarah dan identitas lokal. Langkah ini juga dipandang sebagai upaya preventif untuk menghindari potensi distorsi sejarah di masa depan.
Setelah pembongkaran, area situs diharapkan akan dikembalikan seperti semula, mempertahankan dua petilasan dan satu punden yang telah lama diyakini keberadaannya oleh masyarakat setempat.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya verifikasi sejarah dan peran aktif masyarakat dalam menjaga warisan leluhur dari klaim yang tidak berdasar.(*)






