SETELAH lengser dari kursi presiden, Joko Widodo (Jokowi) belum sepenuhnya lepas dari perhatian publik dan dinamika politik nasional. Sejumlah isu dan sorotan terus bermunculan. Tidak hanya terhadap dirinya secara pribadi, tetapi juga terhadap keluarganya. Beberapa di antaranya menyangkut aspek hukum, kepartaian, dan dinamika kekuasaan yang masih berkembang pasca Pemilu 2024.
Isu mengenai keaslian ijazah dan skripsi Jokowi masih terus mencuat, meski sebelumnya telah melalui proses hukum dan klarifikasi dari pihak-pihak terkait. Termasuk dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kepolisian. Munculnya kembali narasi tersebut menandakan bahwa wacana mengenai legitimasi personal tetap menjadi bagian dari ruang publik, meskipun telah beberapa kali disanggah secara formal.
Di ranah partai politik, Kaesang Pangarep, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), menghadapi dinamika internal. Kongres PSI yang akan berlangsung bulan ini diwarnai dengan perbedaan pendapat dan munculnya kandidat lain. Hal ini mencerminkan adanya aspirasi yang tidak tunggal, melainkan beragam di tubuh PSI. Mungkin jalan ceritanya beda lagi, ketika Jokowi masih menjadi Presiden.
Sementara itu, Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat Wakil Presiden hasil Pemilu 2024, juga menjadi bagian dari diskursus politik nasional. Sebuah surat dari Forum Purnawirawan yang ditujukan kepada DPR RI memunculkan wacana pemakzulan. Mungkin kecil peluang surat itu untuk segera diproses secara hukum. Tapi, hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Gibran di posisi strategis masih menjadi bahan evaluasi dari sejumlah kalangan, khususnya dalam konteks pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jalan pencalonan.
Di Sumatera Utara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan sejumlah pejabat, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Nama Gubernur Sumut Bobby Nasution turut disebut karena kedekatan personal dengan pihak yang ditangkap itu. Namun, hingga kini belum ada indikasi atau langkah hukum langsung yang menyasar ke menantu Jokowi tersebut. Bobby juga telah menyatakan siap kooperatif jika nanti diminta untuk memberikan keterangan oleh KPK.
Serangkaian peristiwa ini menggambarkan bahwa keluarga Jokowi masih berada dalam lintasan perhatian politik dan hukum. Bisa jadi ini merupakan bagian dari proses normal dalam dinamika demokrasi dan akuntabilitas publik terhadap tokoh-tokoh yang pernah dan sedang berada di pusat kekuasaan.
Namun demikian, penting untuk memastikan bahwa kritik maupun setiap proses hukum dijalankan secara proporsional dan berkeadilan. Dinamika politik pascakekuasaan tidak boleh didorong oleh motif personal, melainkan oleh prinsip tata kelola yang transparan dan objektif. Penegakan hukum harus berdiri di atas asas keadilan yang sama bagi semua pihak.
Sementara itu, keluarga mantan presiden sekalipun memiliki tanggung jawab untuk menjawab isu yang muncul dengan sikap terbuka dan akuntabel, terutama bila terkait dengan jabatan publik yang diemban. Di sisi lain, masyarakat juga berperan penting dalam menjaga agar proses politik dan hukum tidak terdistorsi oleh narasi sepihak, prasangka, atau kepentingan jangka pendek.
Dalam kerangka ini, yang sedang diuji bukan hanya individu atau keluarga tertentu, tetapi juga ketahanan sistem demokrasi dan supremasi hukum di negeri ini. Maka, kehati-hatian dan kebijaksanaan semua pihak menjadi kunci untuk menjaga kualitas demokrasi ke depan. (*)