KabarBaik.co – Bus Si Mas Ganteng rute Tuban–Bojonegoro kini tak lagi menunggu penumpang di Stasiun Bojonegoro. Perubahan ini terjadi setelah sejumlah pengojek dan pebecak memprotes operasional bus tersebut yang dinilai mengurangi pendapatan mereka.
Protes para pengojek dan pebecak terekam dalam sebuah video yang sempat viral di media sosial. Mereka keberatan karena bus gratis milik Pemkab Tuban tersebut dianggap merugikan mata pencaharian mereka.
Akibat dari aksi protes ini, masyarakat yang ingin menggunakan layanan Bus Si Mas Ganteng usai turun di Stasiun Bojonegoro atau setelah berwisata di Bojonegoro kini harus menuju ke Terminal Rajekwesi terlebih dahulu.
Keputusan tersebut diambil dalam pertemuan antara Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Tuban dan Dinas Perhubungan (Dishub) Bojonegoro pada Kamis (8/5). Hasilnya, bus tetap diperbolehkan mengantar penumpang ke Stasiun Bojonegoro, namun tidak boleh menjemput penumpang dari sana.
“Ini hasil koordinasi awal kami dengan Dishub Bojonegoro untuk menjaga kondusivitas di lapangan,” ujar Imam Isdarmawan, kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan DLHP Tuban.
Menurut Imam, skema ini masih bisa berubah ke depannya setelah dilakukan evaluasi dan koordinasi lebih lanjut antara kedua pemerintah daerah. Ia berharap Bus Si Mas Ganteng dapat kembali beroperasi seperti semula.
“Memberikan layanan transportasi publik yang aman, nyaman, dan terjangkau adalah tanggung jawab pemerintah daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” jelas Imam.
Senada dengan itu, Kepala Bidang Angkutan Darat dan Air Dishub Bojonegoro, Muhammad Aris Hidayatullah, mengatakan pihaknya akan meningkatkan pengawasan terhadap pengojek dan pebecak, khususnya terkait tarif. “Kami akan pastikan tarif yang dikenakan wajar. Masyarakat juga bisa melapor jika ada yang mematok tarif tidak masuk akal,” tegas Aris.
Laporan masyarakat, lanjutnya, akan ditindaklanjuti sebagai bentuk komitmen menciptakan iklim transportasi umum yang sehat dan berkeadilan di Bojonegoro. (*)