KabarBaik.co – Di tengah keragaman agama di Indonesia, Jombang kini secara resmi mencatat identitas penghayat kepercayaan dalam sistem administrasi kependudukan.
Meskipun jumlahnya masih sedikit, yakni 19 orang, langkah ini menandai pengakuan resmi bagi kelompok penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di daerah tersebut.
Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dispendukcapil Jombang, Mufattichatul Ma’rufah mengatakan pencatatan ini merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2017.
Putusan tersebut menghapus pembatasan pencantuman identitas agama hanya pada enam agama resmi dan membuka ruang bagi penghayat kepercayaan untuk tercatat dalam kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga (KK).
“Ini bagian dari perintah MK yang sudah wajib kami tindak lanjuti. Sekarang di sistem kami sudah tersedia pilihan ‘penghayat kepercayaan’ sebagai pengganti agama,” ujar Mufattichatul, Selasa (29/7).
Meskipun sosialisasi belum digelar besar-besaran, informasi ini telah tersebar di komunitas penghayat. Mereka yang sebelumnya merasa tidak terwakili dalam kolom agama kini memiliki ruang legal untuk mencantumkan identitas spiritual secara jujur.
“Sejak 2020 sudah mulai ada yang mendaftar, dan kini totalnya mencapai 19 orang,” jelasnya.
Para penghayat ini berasal dari berbagai latar belakang kepercayaan, seperti kejawen dan lainnya. Identitas mereka tercatat secara khusus dalam sistem kependudukan, terpisah dari enam agama yang diakui negara. Hal ini menjadi bukti penghormatan pada keberagaman sesuai konstitusi.
Dasar hukum perubahan ini adalah Putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang membatalkan pasal dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang sebelumnya membatasi pencatatan identitas hanya bagi penganut enam agama resmi, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.
“Tidak ada dampak teknis karena sistem aplikasi kami memang sudah dirancang untuk menerima data dari penghayat kepercayaan,” tegas Mufattichatul
Langkah ini menjadi simbol kemajuan dalam pelayanan publik sekaligus pengakuan hak spiritual minoritas.
“Bagi 19 warga Jombang tersebut, ini bukan sekadar urusan administrasi, melainkan soal identitas, keyakinan, dan kejujuran terhadap apa yang mereka yakini dalam hidup,” tutupnya. (*)