KabarBaik.co – Polres Jember berhasil mengungkap transaksi 211 ribu butir obat keras berbahaya (Okerbaya) melalui jasa pengiriman. Dalam penangkapan itu, Polisi berhasil mengamankan 8 orang yang terlibat dalam jaringan tersebut.
Kasatreskoba Polres Jember, Iptu Nurmansyah mengatakan, bahwa dari 8 yang diamankan merupakan satu rangkain. Yang artinya sudah mempunyai peran masing-masing.
“Jadi mereka ini satu rangkaian. Terstruktur mulai dari bandar sampai ke pengecernya,” jelas Kasatreskoba Polres Jember, Iptu Nurmansyah, Kamis (4/7).
Ia mungungkap, dari 8 orang yang diamankan diantaranya 7 orang laki-laki dan satu perempuan.
“Nah sebelumnya, anak perempuan ini juga pernah diamankan dalam kasus yang sama,” terangnya.
Pihaknya juga mengatakan, dari total tersangka, 7 orang merupakan warga asli Jember dan 1 orang merupakan warga Banyuwangi.
“Mereka berinisial DK, AFH, MW, AM, AW, CAW, RES dan JM. Kami tangkap di rumahnya dan juga kantor ekspedisi,” jelasnya.
Sementara itu, Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi menyampaikan, selain mengamankan ratusan ribu butir pil jenis Trihexyphenidyl dan Dextro, Pihaknya juga berhasil mengamankan 1 ons sabu-sabu dari hasil penggrebekan.
Bayu menjekaskan, terbongkarnya kasus tersebut berawal dari laporan salah satu ekspedisi di Kecamatan Sumbersari yang curiga dengan kiriman paketan.
“Setelah Satreskoba Polres Jember mendatangi lokasi, lalu kiriman paket itu dibuka ditemukan 2000 butir obat terlarang jenis Trihexyphenidyl pada 28 Juni 2024,” ungkapnya.
Setelah dikembangkan, kata Bayu, ditemukan sejumlah puluhan ribu obat terlarang hingga total mencapai 211 ribu butir.
“Selain itu juga diamankan 7 buah handphone dan uang senilai Rp1 juta,” tambahnya.
Bayu mengatakan, untuk pelaku sabu dikenakan Pasal 112 dan 114 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman 6 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
“Untuk kepemilikan obat terlarang, tersangka kita kenakan Pasal 435 dan 436 Undang-undang kesehatan nomor 17 tahun 2023 dengan ancaman maksimal 5 sampai 15 tahun, serta denda maksimal Rp5 miliar,” pungkas Bayu.(*)