KabarBaik.co – Dr. Ike Fibriani, salah satu dosen dan juga peneliti Fakultas Teknik (FT) telah membawa nama Unej di kancah dunia. Dengan melakukan penelitian yang membahas ide tentang identifikasi hubungan keluarga atau Kinship Recognition menggunakan dua teknologi canggih yaitu Vision Transformer (ViT) dan Mamba dengan sistem model hybrid atau disebut juga dengan VitMa.
“Penelitian saya berfokus pada mengidentifikasi hubungan keluarga (Kinship Recognition) melalui mikroekspresi pada wajah orang Indonesia. Mengembangkan model baru yang menggabungkan dua teknologi canggih, yaitu Vision Transformer (ViT) dan Mamba, Model hybrid ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi dalam mengenali hubungan keluarga yang sebelumnya masih menjadi tantangan besar dalam penelitian pengenalan wajah dan belum ada riset sebelumnya korelasi antara kinship dan mikroekspresi,” kata Ike, Jumat (4/4).
Ia juga menjelaskan sebab hasil penelitiannya hingga menjadi inovasi baru dan pertama di dunia. Menurutnya, topik penelitian ini bisa dianggap sebagai inovasi pertama di dunia karena belum ada satu riset yang membahas korelasi antara kinship dan mikroekspresi.
“Selain itu menggabungkan dua teknologi canggih ViT dan Mamba yang kemudian saya beri nama ViTMa, dalam satu model hybrid untuk kinship recognition yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kombinasi ini memungkinkan secara efektif mendeteksi ekspresi wajah yang sangat halus,” paparnya.
Ia mengaku minatnya berawal dari ketertarikannya dengan pengembangan teknologi pengenalan wajah dan aplikasi dalam konteks hubungan keluarga. Dari situ Ike terus mengembangkan penelitiannya dan berfokus kepada pengenalan hubungan keluarga dengan pendekatan mikroekspresi.
“Melalui penelitian ini, saya memiliki banyak tujuan di antaranya mengidentifikasi hubungan keluarga melalui pendekatan mikroekspresi pada wajah orang Indonesia, mengembangkan model hybrid dengan menggabungkan teknologi ViT dan Mamba, meningkatkan akurasi dalam mengenali hubungan keluarga, dan memberikan kontribusi pada pengembangan teknologi pengenalan wajah yang lebih sensitif terhadap konteks budaya lokal,” ungkap Ike.
Meskipun penelitiannya ini telah menjadi inovasi pertama di dunia, Ike Fibriani masih akan terus memberikan inovasi baru terhadap hasil penelitian ini.
“Inovasi utama yang akan saya lakukan terhadap penelitian ini ialah meningkatkan kemampuan model dalam mendeteksi mikroekspresi dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi,” ujarnya.
“Selain itu memperluas dataset yang digunakan, mengintegrasikan model ini dengan teknologi pengenalan suara atau analisis teks, dan mengembangkan aplikasi praktis yang lebih luas,” imbuhnya.
Di sisi lain, ia juga memberikan tip bagi mahasiswa untuk terus bisa berinovasi di tengah maraknya perkembangan teknologi yang canggih ini. Ia menyampaikan bahwa mahasiswa harus pandai berinovasi di tengah maraknya perkembangan teknologi.
“Mereka harus mengikuti perkembangan teknologi terkini dan harus aktif mengikuti perkembangan terbaru, kolaborasi antar disiplin ilmu tidak hanya mengetahui bidang satu ilmu saja mereka harus berkolaborasi dengan mahasiswa atau profesional dari bidang ilmu lainnya, berani gagal harus terus mencoba dan gunakan teknologi untuk memecahkan masalah nyata,” pungkasnya. (*)