DP3AKB Kota Pasuruan Angkat Bicara Soal Trauma Korban Perdagangan Anak

Reporter: Abdul Khalim
Editor: Gagah Saputra
oleh -85 Dilihat
Ilustrasi perdagangan anak (Pinterest)

KabarBaik.co – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Pasuruan melalui Kepala Bidang Perlindungan Anak, Dwi Rachmawati angkat bicara soal peristiwa yang dialami FIR, 16 tahun, korban perdagangan anak yang telah dipaksa open BO di layanan seks online pada Oktober tahun lalu.

Dwi Rachmawati membenarkan, saat itu, Oktober 2023, DP3AKB mendampingi korban ke RSUD Soedarsono untuk melakukan visum.

“Pihak kami hanya melakukan pendampingan visum di rumah sakit saja berdasarkan permintaan pihak kepolisian. Kita tidak tahu hasil visum itu seperti apa. Yang tahu hasil visum adalah kepolisian dan rumah sakit. Kita tidak pernah dimintai keluarga korban untuk pendampingan secara psikis, namun hanya pendampingan visum di rumah sakit,” beber Dwi Rachmawati pada Kabarbaik.co, Rabu (17/4).

“Apabila pihak korban menginginkan ahli psikolog, kita akan datangkan dari provinsi,” sambung Dwi Rachmawati.

Sebelumnya diberitakan, Sang ibu korban, Siti Aminah mengaku teriris-iris hatinya. Perempuan yang bekerja sebagai pedagang kecil itu kini hanya bisa pasrah.

’’Bagaimana ini kasus yang menimpa anak saya, Mas. Sampai sekarang terduga pelaku masih melenggang bebas, seakan-akan tidak terjadi apa-apa atas perbuatannya,’’ kata Siti beberapa waktu lalu.

Baca juga:  Kasat Lantas Polres Pasuruan Kota Apresiasi Penjaga Perlintasan KA Tanpa Palang Pintu

Kasus yang diungkap Siti adalah dugaan perdagangan anak di bawah umur. Korbannya FIR, anak kandung Siti. Umurnya masih 16 tahun. Sejatinya, perkara itu sudah dilaporkan ke polisi cukup lama. Sejak, Oktober tahun lalu. Namun, hampir 6 bulan berjalan, tindak lanjut kasus itu masih tersaput mendung.

Kepada KabarBaik.co, Siti lantas menyodorkan beberapa lembar surat dari kepolisian. Salah satunya laporan kasus yang dialami anaknya. Surat itu bernomor LPMA/SAT Reskrim/79/X/SPKT Polres Pasuruan Kota, tertanggal 13 Oktober 2023. Dalam surat itu, ibu kelahiran 1976 itu mencerikan bagaimana kasus pilu bermula.

Dia menceritakan, pada 3 Oktober 2023 FIR bermain bersama tiga orang temannya. Yakni, R, MU, HK, dan RK. Waktu pun larut malam. FIR tidak berani pulang ke tempat tinggalnya, di wilayah Kecamatan Purworejo, Pasuruan Kota. Lalu, oleh teman-temannya FIR disarankan untuk menginap di tempat kos MU saja, di kawasan Kecamatan Gadingrejo, Pasuruan.

Saran itupun disetujui FIR. Malam itu mereka semua langsung menuju ke tempat kos MU. Esok hari, teman-temannya mengajak FIR pulang. Namun, FIR tidak mau. Khawatir dimarahi orang tuanya. Sebab, tidak pulang-pulang. Dia pun meminta izin untuk bisa tetap tinggal sementara waktu di tempat kos tersebut. Permintaan itupun disetujui dengan catatan.

Baca juga:  Cerita Pilu Dugaan Perdagangan Anak di Pasuruan, Dipaksa Open BO di Aplikasi Layanan Seks

Dari situlah petaka terjadi. Pada 5 Oktober, FIR diduga dipaksa untuk mau bekerja melayani lelaki hidung belang. Modusnya, terduga pelaku membuka layanan seks (open BO) melalui sebuah aplikasi di gadget.

Bak gayung bersambut. Umpan ’’jual-beli’’ layanan syahwat tersebut ada yang berminat. Singkat cerita, dua orang datang memangsa bocah di bawah umur itu. FIR tidak berdaya.

Nah, lama tidak pulang, membuat Siti gelisah. Akhirnya, dia mendapatkan informasi bahwa anaknya tinggal di tempat kos MU. Dengan mengajak anak laki-lakinya, kakak FIR, Siti ’’menggerebek’’ tempat kos bersangkutan. ‘’Saya tidak mengenal identitas (terduga) pelaku, yang saya kenal hanya satu HK karena temannya anak saya,’’ ujar Siti.

Sepekan kemudian, 13 Oktober 2023, keluarga Siti melapor ke Polres Pasuruan Kota. Berharap ada keadilan. Mereka yang terlibat memperlakukan anaknya seperti itu mendapatkan hukuman setimpal. Betapa tidak, kehormatan anaknya telah terenggut. Padahal, masa depannya masih terentang panjang. Demikian juga kehormatan keluarga.

Sebetulnya, asa membuncah di benak Siti. Beberapa kali, penyidik juga menyampaikan kabar tindak lanjut kasus tersebut melalui surat. Namun, belakangan seperti angin berlalu.

Baca juga:  Operasi Ketupat Semeru, Satlantas Polres Pasuruan Kota Imbau Penumpang Kereta Api

Bukan hanya Siti. Sejak kasus itu, kondisi psikologis FIR tertekan. Hari-hari dilalui dengan kemurungan. Sampai akhirnya bocah malang itu melakukan percobaan bunuh diri pada 13 Desember lalu. Menenggak cairan sabun. Hingga harus dilarikan ke RSUD Soedarsono. Siti menyebut, anaknya tidak kuat menanggung malu. Kerap menerima olok-olokan dari temannya sebagai perempuan murahan.

‘’Dari peristiwa percobaan bunuh diri anak saya itu, saya harus membayar biaya perawatan di rumah sakit hingga Rp 7 juta. Kami memperoleh uang dari utang kesana-kemari,” paparnya.

Cerita pahit itu bukan hanya terus membayangi keluarga Siti. Dampak lain, belakangan keluarga Siti juga disuruh pindah dari kontrakan oleh sang pemilik rumah. ‘’Padahal, sebetulnya masih kurang 2 tahun masa kontraknya,’’ ungkapnya.

Beberapa waktu lalu, awak media mengkonfirmasikan perkara tersebut kepada Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pasuruan Kota. Mereka tidak menampik laporan kasus tersebut. Namun, pihak penyidik menemui kesulitan untuk menindaklanjuti karena kurangnya alat bukti. Sejauh ini, yang diterima hanya pengakuan dari korban. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.