KabarBaik.co – Wakil Ketua Komisi D DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto, mengingatkan pemerintah desa (pemdes) agar tidak terjebak praktik penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa. Hal itu disampaikan menjelang pelaksanaan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Tahun Anggaran 2025.
Sukur mengungkapkan, banyak kepala desa (kades) menerima tawaran fee dari oknum pengusaha jasa konstruksi dengan kisaran 10 hingga 20 persen. Ia menilai praktik itu berisiko besar terhadap kualitas hasil pembangunan.
“Saya dengar ada tawaran fee sampai hampir 20 persen. Kalau kades sudah dapat 15 persen, lalu kontraktor ambil 10 persen, berarti 25 persen anggaran hilang. Lantas mutu pengerjaannya seperti apa? Ini yang harus kita jaga,” tegas Sukur, Senin (15/9).
Politikus Partai Demokrat itu meminta pemdes penerima BKKD mematuhi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak-juknis) yang diterbitkan Pemkab Bojonegoro. Ia menekankan, kepatuhan aturan menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan dan menjaga kualitas pembangunan.
“Ini supaya mutu BKKD tetap bagus dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat desa,” ujarnya. Selain itu, Sukur mendorong pemdes mengikuti bimbingan teknis (bimtek) yang diselenggarakan Pemkab Bojonegoro, mulai dari tahap perencanaan, metode lelang, hingga realisasi program.
Sukur berharap anggaran BKKD yang mencapai lebih dari Rp 600 miliar itu memberikan dampak positif nyata tanpa menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
Di sisi lain, Kades Kepohkidul, Kecamatan Kedungadem, Samudi, membenarkan ada dua oknum yang mengaku sebagai pelaksana proyek ingin bekerja sama terkait BKKD. Meski tidak ada tawaran fee, ia menegaskan tidak menanggapi permintaan tersebut karena belum menerima surat keputusan (SK) resmi.
“Saya katakan kalau soal BKKD Kepohkidul saya belum dapat SK resmi, jadi saya tidak bisa memberikan tanggapan,” ungkap Samudi.
Dalam pemberian dana BKKD tahun anggaran 2021 hingga 2024 ke sejumlah desa, beberapa kepala desa, perangkat desa, dan kontraktor terjerat kasus korupsi karena pengelolaannya menimbulkan kerugian negara. (*)






