Duh Gusti! Seusai IHSG Ambruk, Kini Rupiah Terus Melemah, Terburuk Sejak Krismon 1998

oleh -1916 Dilihat
rupiah melemah

KabarBaik.co- Tidak hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang belakangan memperlihatkan kerapuhan. Mata uang Indonesia, juga masih menunjukkan tren terus melemah. Bahkan, hari ini (25/3) menyentuh ke posisi level terendahnya sejak krisis moneter (krismon) 1998. Tentu saja, situasi dan kondisi ini semakin menyalakan alarm kewaspadaan bagi Indonesia.

Pada Selasa (25/3) pagi, Rupiah sempat menyentuh level Rp 16.642 per Dolar Amerika Serikat (AS). Namun, di akhir perdagangan, Rupiah spot ditutup di angka Rp 16.612. Artinya, terjadi pelemahan sebesar 0,26 persen dibandingkan sehari sebelumnya yang berada di level Rp 16.568 per Dolar AS.

Negara Jungkir Balik: Puncak Kegelisahan dari Rumah Jamaah Maiyah Cak Nun

Sebagai perbandingan, pada 17 Juni 1998, Rupiah mencatatkan level terendah. Yakni, di angka Rp 16.650. Pada masa itu, Rupiah tertekan karena situasi dan kondidi eksternal maupun internal. Dari sisi internal, saat itu defisit fiskal Indonesia dan kebijakan devisa bebas menjadi katalis utama yang menekan mata uang Garuda. Selain itu, kondisi politik Indonesia pasca peristiwa Mei 1998 juga menyumbang sentimen negatif di mata investor dan berujung menekan rupiah.

Melasir media Kontan, Research & Development PT Trijaya Pratama Futures Alwy Assegaf menilai kekhawatiran atas kesehatan fiskal anggaran menjadi salah satu katalis negatif terhadap nilai rupiah. Defisit APBN Februari 2025 di level 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang meningkat dari bulan sebelumnya menjadi salah satu sentimen negatif dari internal negara.

’’Pasar saat ini masih melihat langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah, terutama mengenai kesehatan fiskal di bawah pemerintahan yang sekarang ini,” ungkap Alwy, Selasa (25/3).

Alwy menilai hasil program-program berjalan pemerintah akan turut memberi pengaruh untuk nilai tukar rupiah. Kaitannya dengan itu, momentum merosotnya rupiah saat ini terjadi sehari setelah pengumuman pengurus Danantara.

Ekonom Senior KB Kalbe Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menilai ada kekecewaan pasar terhadap nama-nama yang tertera dalam daftar. ’’Ada nama-nama yang sempat diumumkan di jajaran eksekutif tapi ujung-ujungnya tidak ada. Di samping itu, yang diumumkan kemarin banyak juga yang punya double job, dalam artian bukan orang independen di Danantara. Saya pikir mungkin ini yang bikin market juga kurang menyukai,” papar Fikri.

Fikri menilai sentimen internal yang memberatkan nilai rupiah banyak datang dari sisi nonekonomi. Misalnya, pengesahan UU TNI yang dipaksakan dan berujung memicu demonstrasi di sejumlah daerah. Hal ini membuat pasar pesimistis dengan ketahanan domestik dan cenderung melakukan sell-off karena mempertimbangkan keamanan Indonesia.

Di sisi lain, cara pemerintah berkomunikasi dalam forum-forum formal juga dapat memberatkan sentimen rupiah. Fikri menilai, tanggapan tak serius untuk isu-isu penting seperti teror terhadap jurnalis dan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak disukai oleh pasar. Kepercayaan pasar terhadap Indonesia saat ini masih undervalue.

Dari sudut pandang ekonomi, Fikri menyebut pembayaran dividen dan utang pemerintah yang membutuhkan USD akan meningkatkan apresiasi USD dan menekan rupiah.

Dengan kondisi saat ini, Analis Doo Financial Lukman Leong menilai Bank Indonesia (BI) masih akan terus melakukan upaya-upaya intervensi untuk menopang rupiah. Pun begitu, kemampuan intervensi BI terbatas dengan sentimen eksternal.

Di tengah penantian arah kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, Lukman memproyeksi dolar AS akan mulai kembali rally setelah oversold dalam sebulan terakhir. Alwy menambahkan, pemangkasan suku bunga The Fed diprediksi hanya akan terjadi dua kali sepanjang tahun dan menguatkan dolar AS.

Penguatan dolar AS ini, ujungnya akan semakin menekan rupiah, di samping ketegangan geopolitik global yang otomatis melemahkan mata uang berisiko seperti rupiah. Dengan tekanan tambahan ini, cadangan devisa yang digelontorkan BI untuk menjaga nilai rupiah akan terkuras. Menurut Lukman, situasi ekonomi memasuki kategori waspada sebab pelemahan rupiah yang berkelanjutan bisa menekan pertumbuhan ekonomi.

’’Apabila perkembangan memburuk hingga perang dagang global, maka rupiah sangat mungkin menembus Rp 17.000 di kuartal II,” ungkapnya.

Fikri dan Alwy menyebut angka yang sama untuk proyeksi rupiah pada kuartal II, jika sentimen negatif internal dan eksternal tidak mereda. Jika pemerintah akhirnya berbenah dan mampu mengembalikan kepercayaan pasar, Fikri optimistis rupiah masih bisa terapresiasi di rentang Rp 16.100–Rp 16.300 per Dolar AS di akhir tahun. Adapun Alwy optimistis rupiah akan terapresiasi di akhir tahun dan akan berada di level Rp 15.500–Rp 15.800 per dolar AS.  (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.