KabarBaik.co – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur menegaskan bahwa Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) 2025 tidak boleh hanya dipandang sebagai dokumen teknis semata. Lebih dari itu, P-APBD harus menjadi instrumen politik anggaran yang benar-benar berpihak pada rakyat dan menghadirkan keadilan sosial.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD Jatim, Agus Black Hoe Budianto, dalam Sidang Paripurna DPRD Jatim yang membahas pendapat akhir fraksi-fraksi terhadap Raperda Perubahan APBD 2025, Senin (8/9). “Setiap angka dalam APBD, setiap alokasi, dan setiap kebijakan anggaran sesungguhnya mewakili harapan rakyat yang mendambakan keadilan, kesejahteraan, dan kemajuan,” tegas Agus.
Menurutnya, Fraksi PDIP konsisten berpegang pada prinsip keberpihakan terhadap rakyat kecil, memperkuat kemandirian daerah, serta memastikan setiap rupiah APBD digunakan untuk kepentingan publik secara adil, transparan, dan akuntabel.
Agus memaparkan sejumlah catatan strategis Fraksi PDIP terhadap jawaban eksekutif. Pertama, terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD). Target PAD 2025 mengalami penurunan signifikan akibat perubahan regulasi. PDIP menilai perlu ada strategi konkret untuk optimalisasi PAD melalui intensifikasi, ekstensifikasi, hingga penguatan peran BUMD.
Kedua, soal struktur belanja daerah. Belanja operasi masih mendominasi hingga 72 persen, sementara belanja modal hanya 9 persen. Fraksi PDIP menekankan pentingnya pergeseran ke arah belanja produktif seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, dan penguatan kualitas SDM.
Ketiga, mengenai perlindungan sosial dan penanganan stunting. Agus menilai jawaban eksekutif masih bersifat deklaratif tanpa indikator capaian yang jelas, baik terkait program perlindungan nelayan, petani, UMKM, maupun target penurunan stunting.
Selanjutnya, pada aspek digitalisasi dan green economy. Program e-budgeting, e-katalog, serta energi terbarukan memang sudah tercantum, namun indikator keberhasilan dan target terukur dinilai belum dijelaskan secara rinci. “Jawaban eksekutif masih cenderung normatif dan retoris. Kami mendorong agar setiap kebijakan dilengkapi indikator yang jelas serta terukur,” tegas Agus.
Fraksi PDIP juga menyoroti lonjakan defisit P-APBD 2025 yang melebar menjadi Rp4,397 triliun atau 15,3 persen dari total pendapatan daerah. Meski masih tergolong aman, defisit tersebut dinilai berisiko bila tidak diarahkan untuk belanja produktif.
“Setiap rupiah defisit maupun pinjaman daerah harus memberi manfaat langsung bagi wong cilik Jawa Timur,” ujar politisi asal Ngawi itu.
Lebih lanjut, Fraksi PDIP mendukung rekomendasi Badan Anggaran agar pos anggaran yang sulit terealisasi, seperti perjalanan dinas luar negeri, dialihkan untuk program pro-rakyat. Beberapa program prioritas yang ditekankan antara lain bansos sembako terukur, beasiswa Rp 1 juta untuk 50 ribu siswa, serta penguatan kapasitas desa, koperasi, dan UMKM.
Pada akhirnya, Fraksi PDIP DPRD Jatim menyatakan menerima dan menyetujui Raperda P-APBD 2025, dengan catatan implementasi kebijakan harus berpihak pada rakyat kecil, meningkatkan kualitas layanan dasar, dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah.
“APBD harus menjadi instrumen politik anggaran untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Jawa Timur, bukan sekadar dokumen administrasi,” pungkas Agus Black Hoe.