KabarBaik.co – Besaran gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro kembali menjadi sorotan publik. Sebab, angka penerimaan bersih para wakil rakyat itu dilaporkan mencapai Rp 36,4 juta per bulan. Angka itu jauh di atas rata-rata penghasilan masyarakat di Kabupaten Bojonegoro.
Berdasarkan data yang dihimpun, total tunjangan anggota DPRD sebelum dipotong mencapai Rp 42,2 juta. Rinciannya meliputi tunjangan representasi Rp 1,5 juta, tunjangan khusus Rp 2,2 juta, komunikasi intensif Rp 14,7 juta, perumahan Rp 12 juta, dan transportasi Rp 10 juta. Selain itu, terdapat tunjangan keluarga Rp 220 ribu, jabatan Rp 289 ribu, beras Rp 157 ribu, komisi Rp 91 ribu, badan anggaran (Banggar) Rp 91 ribu, serta jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian, hingga tunjangan Bapemperda Rp 152 ribu.
Setelah berbagai potongan, nominal bersih yang diterima setiap anggota DPRD berkisar Rp 36,4 juta. Seorang anggota dewan membenarkan besaran gaji tersebut. Namun ia mengklaim, jumlah itu masih lebih rendah dibandingkan gaji DPRD di beberapa kabupaten/kota lain di Jawa Timur.
Meski begitu, publik tetap menilai nominal tersebut terlalu tinggi. Alia, warga Kecamatan Dander, menilai gaji fantastis para wakil rakyat tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat. “Kalau dibandingkan UMK Bojonegoro yang sekitar Rp2,5 juta, jelas memicu kontroversi publik. Perbedaannya sangat mencolok. Ini soal kepekaan wakil rakyat terhadap realitas masyarakat yang mereka wakili,” ujarnya, Rabu (1/10).
Alia menilai kesenjangan ini memperbesar kritik masyarakat. Apalagi, menurutnya, kinerja dewan belum sepenuhnya memuaskan publik. “Pendapatan yang cukup fantastis ini tidak sejalan dengan kinerja. Pantas kritik masyarakat semakin kuat,” tegasnya.
Ia pun mendesak agar sistem penggajian pejabat publik, termasuk DPRD, ditinjau ulang. Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas harus diutamakan, dengan adanya batasan tunjangan dan fasilitas di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
“Struktur gaji DPRD ini kurang berempati. Tidak seimbang dengan realitas pendapatan sebagian besar masyarakat. Karena itu, pembahasan soal kesenjangan ekonomi dan akuntabilitas wakil rakyat sangat relevan untuk dikaji ulang,” pungkasnya. (*)






