KabarBaik.co – Kasus dugaan malapraktik yang merenggut nyawa Bagas Priyo, 28 tahun, warga Sepande, usai menjalani operasi amandel di RS Siti Hajar, Sidoarjo, pada 21 September 2024 lalu, hingga kini belum menemukan kejelasan hukum. Bahkan pihak penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo belum juga menaikkan status kasus itu ke tahap penyidikan.
Lambannya proses penanganan tersebut membuat keluarga korban menyuarakan kekecewaan. Bahkan, mereka menyebut penyidik berencana menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena dianggap kurang bukti.
Potensi penghentian kasus ini diungkapkan Muhammad Nainul Anami, kuasa hukum Anju Vijayanti, ibu dari almarhum Bagas Priyo, saat menggelar konferensi pers di Kantor LBH Nurani, Jalan Gayungsari Barat, Surabaya, Selasa (29/7).
“Pada 20 September 2024 lalu masuk rumah sakit Siti Hajar Sidoarjo, lalu besoknya Bagas Priyo yang menderita amandel menjalani operasi di RS Siti Hajar, namun tindakan yang dilakukan oleh dokter yang kami duga adanya kelalaian dan tidak sesuai SOP itu, sehingga menyebabkan nyawa korban tidak tertolong,” terang Nainul Anami.
Nainul menyebut salah satu kejanggalannya yakni sebelum tindakan operasi dilakukan, korban justru diberi makan. Makanan itu disuguhkan sekitar pukul 07.30 WIB dan jadwal operasi pada siangnya.
“Dalam tindakan operasi, seharusnya pasien ini diwajbkan untuk berpuasa. Namun faktanya di sini disuguhkan dan disuruh makan karena dengan dalih hanya dilakukan operasi kecil,” tambahnya.
Tak hanya itu, Nainul juga menegaskan bahwa tidak ada persetujuan tertulis dari keluarga untuk tindakan medis tersebut. Fakta ini memperkuat dugaan telah terjadi malapraktik, sehingga laporan dilayangkan ke Polresta Sidoarjo.
Saat itu pihak Rumah Sakit berdalih sudah mendapatkan persetujuan tertulis dari pasien langsung, namun saat keluarga korban meminta bukti tersebut hingga hari ini baik pihak Rumah Sakit maupun penyidik tak dapat menunjukkan.
“Laporan klien kami yang dilakukan sejak Oktober 2024 lalu itu, sampai saat ini tidak ada perkembangan dan stagnan, kami tidak tahu apakah penyidik ini tidak serius atau mencari bukti-bukti yang dianggap kurang,” ujarnya.
Nainul mengungkapkan bahwa Kanit Pidum Satreskrim Polresta Sidoarjo sempat menyampaikan potensi penghentian kasus ini saat berkunjung ke kantor LBH Damar, yang juga menjadi kuasa hukum keluarga korban.
“Namun yang mengejutkan kami selaku kuasa hukum, kasus ini akan berpotensi akan dihentikan (SP3) seperti yang diungkapkan oleh Kanit Pidum Satreskrim Polresta Sidoarjo saat berkunjung ke kantor LBH Damar yang juga menjadi kuasa hukum dari ibu Anjuk,” paparnya.
Saat itu, menurut Nainul penyidik beralasan SP3 diterbitkan lantaran kurangnya barang bukti untuk menetapkan tersangka.
“Kami sudah menegaskan kepada penyidik untuk tetap melanjutkan penyidikan, bila memang penyidik butuh bukti yang diperlukan kami siap memberikan. Namun selama ini mereka tidak pernah berkoordinasi,” jelasnya.
Nainul menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Jika SP3 benar-benar dikeluarkan, pihak keluarga siap menempuh jalur hukum selanjutnya untuk mencari keadilan.
“Memang untuk menempuh jalur praperadilan itu ada masa waktu pasca dikeluarkannya SP3 tersebut. Namun bila SP3 itu diberikan kepada kami melewati batas waktu yang ditentukan, kami akan laporkan karena itu sudah merupakan tindak kejahatan,” tandasnya.
Sementara itu Kasi Humas Polresta Sidoarjo Iptu Tri Novi Handoko enggan memberikan jawaban pasti dan lebih memilih untuk memastikan langsung kepada Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo Kompol Fahmi Amarullah.
“Silahkan konfirmasi Kasat Reskrim ya mas, bisa ditunggu perkembangannya balesan Kasat eskrim nya,” jawab Novi.
Namun sayangnya hingga berita ini ditulis Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo belum merespons. (*)