KabarBaik.co – Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) di tahun depan akan mengancam pekerja dan industri di sektor tembakau. Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bojonegoro menolak kebijakan tersebut karena akan memberatkan para petani tembakau.
Wakil Ketua II APTI Bojonegoro, Imam Wahyudi mengatakan, masyarakat pasti akan terbebani apabila tarif CHT kembali dinaikkan. Terutama bagi industri rokok dan petani tembakau.
“Banyak yang akan terdampak jika tarif cukai kembali dinaikkan,” ujarnya, Selasa (3/9).
Imam mengatakan, pabrikan pasti akan mengurangi produksi rokok dan secara otomatis serapan tembakau juga akan berkurang. Apabila ini tidak diantisipasi pasti di tingkat petani akan timbul gejolak ekonomi dan sosial.
“Bahkan akan timbul konflik, sehingga jika rencana tarif cukai benar terealisasi tentu kami akan melakukan upaya untuk melakukan penolakan,” tandasnya.
Sebelumnya buruh rokok di Kabupaten Bojonegoro, menyurati Pj Bupati Bojonegoro Adriyanto untuk mengajukan audiensi penolakan kenaikan tarif CHT pada 2025 mendatang.
Sebab, kenaikan tarif CHT secara tahunan dinilai dapat menyebabkan gejolak pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh rokok.
“Kenaikan tarif cukai juga mengancam keberlangsungan industri rokok. Apalagi sebelum pemerintah pada 2023 dan 2023 telah menaikkan CHT 10 persen, jadi kalau dinaikkan kembali banyak yang terdampak,” kata Ketua Cabang Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bojonegoro, Anis Yulianti.
Dia mengatakan, industri rokok khususnya sigaret kretek tangan (SKT) yang memberdayakan banyak sumber daya manusia (SDM) atau karya padat pasti akan merugi apabila cukai dinaikkan.
“Karena itu, dengan surat permohonan audiensi Pj Bupati Bojonegoro tentang penolakan kenaikan cukai tahun 2025 buruh rokok akan menyampaikan aspirasi,” katanya. (*)