KabarBaik.co – Korban dugaan pelecehan seksual oleh AY yang merupakan salah satu dokter RS Persada Hospital, Kota Malang, bertambah satu orang lagi. Korban telah resmi melapor ke Polresta Malang Kota, Selasa (22/4).
Korbanberinisial A, asal Malang dengan didampingi kuasa hukumnya mendatangi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Malang Kota untuk membuat laporan atas dugaan pelecehan seksual fisik yang lakukan oleh dokter AY.
“Klien kami mengalami kejadian tak mengenakkan itu saat berada di ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tahun 2023 lalu,” terang Kuasa Hukum Korban, Tri Eva Oktaviani.
Menurutnya, bahwa dugaan sementara yang dijelaskan korban kepada pihaknya yaitu, dokter tidak menjalankan SOP. Lalu, terduga pelaku tidak menyampaikan permohonan izin terlebih dahulu untuk memeriksa daerah intim korban.
“Padahal, korban saat itu hanya kecapekan atau imunnya turun setelah merawat anaknya,” ujar Eva.
Mengenai situasi saat itu, dijelaskannya, korban berada di IGD dan memang tidak didampingi perawat, serta tirai dalam kondisi tertutup rapat. Sehingga tidak memungkinkan orang lain untuk bisa melihat hal itu.
“Tentu, klien kami mengalami syok berat saat mengetahui kejadian viral kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter AY kepada terduga korban yang sebelumnya,” ungkapnya.
Eva mengakui, bahwa setelah korban sebelumnya (QAR) tersebut viral. Korban, berusaha mengonfirmasi langsung ke pihak rumah sakit. Dan ternyata, terduga pelaku adalah orang yang sama dengan kejadian sebelumnya.
“Setelah mengetahui terduga pelaku adalah orang yang sama, saat ini klien kami mengalami gangguan psikis berat. Korban gemetar secara psikologis dan kami berusaha menghubungkan dengan psikolog klinis dari jaringan kami. Kami juga rekomendasikan ke kepolisian supaya pendampingan psikologis kepada korban,” tuturnya.
Bahkan, Eva menyebutkan bahwa pihak rumah sakit telah meminta maaf dan menawarkan pemulihan psikologis kepada kliennya tersebut.
“Dan, pihak rumah sakit sudah meminta maaf kepada korban dan juga sempat menawarkan pemulihan psikologis. Tetapi korban tidak bersedia karena trauma dan sering menangis saat mendengar nama atau foto pelaku,” tandasnya.(*)