KabarBaik.co – Kerupuk Kelenteng Bojonegoro merupakan salah satu ikon kuliner legendaris. Kuliner ini sudah tak asing di telinga warga Bojonegoro maupun warga daerah di sekitarnya.
Kurupuk kelenteng ini mulai dibuat di tahun 1929 atau sebelum kemerdekaan Indonesia. Dan masih bisa bersaing dengan produk jajanan kelas kerupuk di masa sekarang.
Bertempatkan di jalan Jaksa Agung Suprapto, kerupuk kelenteng diproduksi sejak era kolonial Belanda. Lokasi yang berada di pojok Kelenteng Hok Swi Bio Bojonegoro membuatnya dikenal oleh masyarakat luas sebagai kerupuk klenteng.
Merah, hijau, kuning, dan putih menjadi ciri khas dari kerupuk kelenteng yang masih menjadi primadona teman makan warga Bojonegoro maupun sekitarnya.
Di tahun 2024 kemarin, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menetapkan kerupuk klenteng atau kerupuk abang ijo menjadi warisan budaya tak benda Indonesia, dan menjadi salah satu kebanggaan kuliner Kabupaten Bojonegoro.
Anton Indarno, adalah generasi keempat yang menjalankan kerupuk kelenteng saat ini. Diceritakan, bahwa kerupuk kelenteng ini adalah warisan dari leluhurnya yang bernama Tan Tjian Liem dan Oei Hay Nio.
Keduanya merupakan pasangan suami istri yang merintis usaha kerupuk legendaris dari Bojonegoro ini.
“Kerupuk kelenteng rasa asli adalah kerupuk legendaris Bojonegoro yang memiliki rasa gurih alami yang diciptakan oleh Tjian Liem dan Oei Hay Nio di tahun 1929 silam yang dibuat 100 persen tanpa bahan kimia seperti borak, pemekar, pengeras maupun yang lainya dan hanya sedikit pewarna untuk mempercantik tampilan saja,” ujar Anton Indarno, Selasa (28/1).
Anton yang merupakan generasi keempat pengelola kerupuk kelenteng ini menceritakan bahwa kesuksesan kerupuk legendaris ini diawali 1929 silam.
Pasangan suami istri Tan Tjian Liem dan Oei Hay Nip sebelumnya membuka usaha toko kelontong di timur pasar Kota Bojonegoro, atau barat kelenteng. Namun manajemen yang kurang matang menjadikan pasangan suami istri berfikir untuk beralih membuat usaha kerupuk.
Bersama dua temannya dari Kabupaten Tuban, Tan Tjian Liem kemudian memutuskan untuk belajar membuat kerupuk di Kabupaten Sidoarjo.
Di sana, ketiga sekawan ini membuka usaha kerupuk. Namun pasar yang belum dikuasai menjadikan usaha yang digeluti ketiganya gagal. Sehingga kedua teman Tan Tjian Liem yang berasal dari Tuban pulang dan tidak melanjutkan usaha pembuatan kerupuk ini.
Namun Tan Tjian Liem sempat belajar membatik di Kabupaten Sidoarjo, namun setelah merasa tak berkembang akhirnya Tan Tjian Liem memutuskan untuk membuka usaha kerupuk di Kabupaten Bojonegoro.
“Sekitar tanggal 19 Maret 1929 pasangan suami istri Tan Tjian Liem dan Oei Hay Nip secara resmi membuka usaha kerupuk ini dan dulu dikenal dengan sebutan kerupuk kelenteng karena lokasinya berada 100 meter dari Kelenteng Hok Swi Bio,” tambah Anton.
Sebelum memiliki banyak varian warna, kerupuk kelenteng pertama di produksi hanya memiliki satu warna, yakni berwarna putih. Namun keinginan pasangan ini untuk berinovasi akhirnya diputuskan untuk menambah tiga varian warna, yakni merah, kuning, dan hijau. “Dari sinilah istilah kerupuk abang ijo itu tercipta,” cetus Anton.
Seiring berjalannya waktu, pasangan suami istri ini sempat mengembangkan usahanya dengan membuat pabrik tahu dan kecap, sehingga Tan Tjian Liem dan Oei Hay Nip mempunyai tiga sektor usaha.
Namun usaha di sektor tahu terhenti akibat rumitnya proses sehingga tinggal dua sektor usaha yakni kerupuk dan kecap.
“Sektor usaha kerupuk ini menjadi usaha turun-temurun, pada generasi kedua usaha kerupuk ini dipegang oleh Tan Lan Nio dan Njoo Hong Liat, sementara generasi ketiga adalah Njoo sing Tjong dan Sien Mbok Sian, dan generasi keempat atau yang sekarang yakni saya sendiri Anton Indarno dan istri saya irin isyati,” tandasnya.
Anton mengatakan salah satu faktor penyebab masih eksisnya krupuk klenteng dari tahun 1929 sampai dengan tahun 2025 adalah setiap generasi memiliki inovasi. Namun semua inovasi tersebut tidak akan merubah cita rasa dari kerupuk kelenteng yang kini menjadi salah satu ikon kuliner di Kabupaten Bojonegoro. (*)