Laut yang Dihantui Limbah, Biennale Jatim XI Buka Layar di Gresik

oleh -392 Dilihat
fc80590e d55e 40b1 9235 d01725930c03
“Andai Aku Ikan” karya Fatwa Amalia dan Raju Akbar di pagelaran seni Biennale Jatim XI. (Foto: Muhammad Wildan Zaky)

KabarBaik.co – Ombak lautan tak lagi sekadar menyimpan mitos tentang hantu-hantu gaib. Kali ini, hantu yang dimaksud adalah limbah, industrialisasi, dan krisis ekologi yang terus menghantui pesisir Jawa Timur. Itulah pesan yang dibawa Biennale Jatim XI dengan tema “Hantu Laut”, yang resmi dibuka di Pudak Galeri, Gresik, Minggu (24/8).

Ajang seni rupa dua tahunan ini menampilkan 64 seniman dalam format lintas disiplin, mulai dari seni rupa, instalasi, hingga pertunjukan. Pameran dibuka setiap hari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB dan berlangsung selama 30 hari.

“Kami mencari karya yang betul-betul merepresentasikan kondisi pesisir Jawa Timur hari ini,” kata kurator Elyda K. Rara saat konferensi pers pembukaan.

Menurut Elyda, “hantu laut” kini hadir dalam wujud nyata yaitu laut yang keruh, pasir yang tak lagi putih, nelayan yang kehilangan ruang tangkap, hingga pesisir yang dipenuhi sampah industri. “Bukan lagi soal yang kasat mata, melainkan ancaman yang nyata bagi kehidupan masyarakat pesisir,” ujarnya.

Senada, kurator lain, Vini Salma, menekankan bahwa industrialisasi di Gresik telah mengubah wajah ekologi pantai. “Hal-hal seperti inilah yang menghantui mereka,” katanya.

Deretan karya yang dipamerkan pun menyuarakan kegelisahan itu. Misalnya, “Andai Aku Ikan” karya Fatwa Amalia dan Raju Akbar. Instalasi berukuran 600 x 300 sentimeter itu memadukan cetak karya seni di atas kain dengan audio lagu anak.

Karya ini mengajak pengunjung membayangkan diri sebagai ikan, terumbu karang, atau makhluk laut lain yang terpinggirkan dalam krisis ekologi.

Tak kalah mencolok, “Manusia, Kaleng & Sarden” karya Bintang Tanatimur, instalasi sepanjang 12 meter dari 4.000–5.000 kaleng minuman dan sarden bekas. Kaleng-kaleng itu digantung dengan senar pancing hingga membentuk gelombang laut di langit-langit galeri. Kritik pada budaya konsumsi sekaligus pencemaran laut itu tampak gamblang.

Sebagian karya memang tak bisa disentuh, tapi ada pula yang mengundang interaksi. Pengunjung bisa ikut membatik di atas kain kosong atau menyalakan lilin yang melingkari instalasi.

“Ini bukan sekadar pameran seni rupa,” ujar pemandu acara, Alamanda. “Ini ajakan untuk merasakan, bahkan ikut terlibat dalam cerita pesisir.”

Biennale Jatim, yang sudah digelar sejak 2005, disebut sebagai barometer perkembangan seni rupa di Jawa Timur. Kali ini, dengan tema Hantu Laut, ia menjelma bukan sekadar ruang apresiasi, tapi juga panggung kritik sosial yang menyandingkan seni dengan luka ekologi pesisir.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Muhammad Wildan Zaky
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.