KabarBaik.co- Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni memastikan kabar pembangunan 600 vila di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, hanyalah hoaks. Dia menegaskan, aturan konservasi membatasi pemanfaatan lahan di kawasan tersebut maksimal hanya 10 persen dari total area izin yang diberikan.
Menurut Raja Juli, PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) memang sudah mengantongi izin sejak 2014 untuk mengembangkan fasilitas pariwisata, namun skalanya terbatas: hanya 15,37 hektare atau sekitar 5,64 persen dari total 274,13 hektare lahan berizin di Pulau Padar.
“Kalau kemarin ada rencana 600 vila, itu sudah pasti hoaks. Yang boleh cuma 10 persen,” ujarnya usai menghadiri puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional 2025 di Jakarta, Senin (11/8).
Dia menegaskan pembangunan hanya diperbolehkan di zona pemanfaatan, bersifat semi permanen, dan dapat dibongkar jika diperlukan. Hingga kini, PT KWE disebut masih belum memulai pembangunan di Pulau Padar.
Raja Juli juga memastikan setiap rencana pembangunan wajib melalui tahapan ketat, mulai dari konsultasi publik hingga penilaian dampak lingkungan (EIA) yang diserahkan ke UNESCO, mengingat Taman Nasional Komodo menyandang status Situs Warisan Dunia sejak 1991.
“Prosesnya panjang dan tujuannya jelas: konservasi. Bukan merusak Padar,” tegasnya.
Senada, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan pembangunan fasilitas wisata di Pulau Padar masih berada pada tahap konsultasi publik dan belum final. Hasil konsultasi tersebut akan menjadi dasar penyusunan dokumen EIA sebelum diajukan ke UNESCO.
“Kalau mengganggu, apakah harus ada modifikasi, jumlah vila dikurangi, luasan dikurangi, atau ada bentuk lain, itu nanti menunggu keputusan dari UNESCO,” ujarnya kepada watawan di Jakarta, Senin (11/8).
Satyawan menegaskan, setiap pembangunan di Pulau Padar tidak boleh mengganggu nilai universal luar biasa (outstanding universal value) yang menjadi alasan UNESCO menetapkannya sebagai situs warisan dunia dan habitat asli komodo yang dilindungi.
Sebelumnya, sejumlah pihak, termasuk masyarakat lokal dan asosiasi agen tur, menolak rencana pembangunan di Pulau Padar karena khawatir akan merusak ekosistem komodo dan mengancam mata pencaharian warga. (*)