KabarBaik.co – Suasana duka masih menyelimuti salah satu sudut rumah di Desa Klopo Sepuluh, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. Di tengah rasa kehilangan yang mendalam, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul, hadir membawa empati, bukan sekadar simbol negara, tapi sebagai sesama manusia yang turut berduka.
Gus Ipul datang tidak sendiri. Ia didampingi Bupati Sidoarjo Subandi, Kapolresta Kombes Pol Christian Tobing, dan Dandim 0816 Letkol Inf Dedyk Wahyu Widodo. Mereka masuk ke rumah duka dengan penuh kehati-hatian, menyalami satu per satu anggota keluarga korban yang ditinggalkan. Tatapan mereka menyiratkan kesedihan yang tak bisa sepenuhnya diungkapkan kata-kata.
“Kita berdoa semoga almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT. Dan semoga keluarga yang ditinggalkan, putra-putrinya, menantu, cucu, semuanya diberi kekuatan dan kesabaran,” ujar Gus Ipul, Minggu (6/4) malam.
Ia tak hanya bicara sebagai pejabat, tetapi sebagai pribadi yang memahami betul bagaimana pedihnya kehilangan orang tercinta secara tiba-tiba.
Bencana longsor yang terjadi di jalur Pacet-Cangar memang meninggalkan luka dalam. Tak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga mengguncang banyak keluarga, termasuk mereka yang tinggal jauh dari lokasi kejadian. Gus Ipul menyebut, musibah seperti ini adalah bagian dari ujian yang tak terduga, dan negara harus hadir di setiap langkah pemulihannya.
Sebagai bentuk kepedulian, Kementerian Sosial menyerahkan santunan sebesar Rp15 juta untuk setiap korban yang meninggal dunia, Rp5 juta bagi korban luka berat, dan Rp3 juta untuk korban luka ringan.
“Ini bukan untuk mengganti nyawa yang hilang, tapi sebagai bentuk tanggung jawab negara yang ingin sedikit meringankan beban,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Kementerian Sosial bertugas menyiapkan shelter dan logistik pada fase awal bencana, serta mendampingi pemerintah daerah dalam penetapan status darurat, evakuasi, hingga rehabilitasi pascabencana.
“Hari pertama jumlah pengungsi sekitar 400 orang, hari kedua sudah turun jadi 150. Ini menunjukkan proses penanganan berlangsung cukup cepat,” jelasnya.
Di tengah segala keterbatasan, Gus Ipul menyampaikan bahwa kekuatan terbesar bangsa ini adalah solidaritas. Dari pemerintah pusat hingga desa, dari relawan hingga warga biasa, semua bergerak bersama menyalurkan bantuan dan semangat untuk bangkit.
“Kita semua satu keluarga besar yang tak akan membiarkan satu pun anggotanya merasa sendiri dalam musibah,” katanya.
Kunjungan Gus Ipul bukan hanya soal santunan atau kewajiban birokrasi. Di sana, di rumah duka itu, ia menepuk bahu, menggenggam tangan, dan menatap mata mereka yang sedang berjuang menahan air mata.
Sebuah bahasa kemanusiaan yang tak perlu banyak kata, tapi menyisakan makna mendalam: bahwa ketika bencana datang, negara hadir, dan kasih sesama tetap menyala. (*)






