Miris, Anak Jadi Korban Terbanyak Kekerasan Seksual di Gresik Sepanjang Awal 2025

oleh -495 Dilihat
cabul
Ilustrasi

KabarBaik.co – Sebanyak 19 kasus kekerasan seksual terjadi di Kabupaten Gresik sepanjang Januari hingga Mei 2025. Mirisnya, mayoritas korban adalah anak-anak perempuan dengan rentang usia 11 hingga 16 tahun.

Data tersebut disampaikan Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas KBPPPA Gresik Ratna Faizah.

Dari 19 kasus yang tercatat, bentuk kekerasan seksual terbagi menjadi tiga kategori diantaranya satu kasus pemerkosaan terhadap perempuan dewasa, tujuh kasus pelecehan seksual (satu perempuan dewasa dan enam anak perempuan), serta 11 kasus persetubuhan yang melibatkan dua perempuan dewasa dan sembilan anak perempuan.

“Pada prinsipnya, jika terjadi persetubuhan antara anak dan orang dewasa, maka termasuk dalam kategori pidana, meskipun keduanya saling suka. Karena secara hukum, anak belum dianggap cakap memberikan persetujuan dalam konteks seksual,” jelas Ratna, Rabu (4/6).

Ia menegaskan, sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai individu berusia 0 hingga sebelum 18 tahun. Oleh karena itu, hubungan seksual dengan anak tetap dikategorikan sebagai kekerasan seksual terhadap anak.

Dalam upaya perlindungan dan pemulihan korban, UPT PPA Gresik melakukan pendampingan intensif terhadap korban. Pendampingan ini meliputi aspek psikologis, hukum, medis, sosial, dan administratif. Tujuannya adalah untuk menciptakan rasa aman dan nyaman, serta membantu korban pulih secara fisik, psikologis, dan sosial.

“Kekerasan seksual tidak semata-mata terjadi karena pelaku dan korban saja, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan yang saling berinteraksi,” ujar Ratna, mengutip teori ekologi Urie Bronfenbrenner.

Ratna menjelaskan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh sistem ekologi yang saling terkait, mulai dari microsystem (keluarga, teman sebaya, tetangga), mesosystem (interaksi antar lingkungan seperti keluarga dan sekolah), exosystem (lingkungan tidak langsung seperti tempat kerja orang tua atau media), macrosystem (nilai budaya, norma sosial, hukum), hingga chronosystem (perubahan zaman seperti era digital dan pascapandemi).

Menurut Ratna, faktor paling banyak ditemukan berasal dari lingkungan terdekat korban (microsystem) dan pengaruh perubahan zaman (chronosystem), seperti akses bebas terhadap konten seksual di media digital yang tidak dibarengi edukasi yang memadai.

“Kami berharap semua pihak, baik keluarga, sekolah, masyarakat, hingga pemerintah bisa memperkuat peran perlindungan dan pengawasan terhadap anak-anak. Karena perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama,” tutupnya.

Sementara itu, Kepala Dinas KBPPPA Gresik Titik Ernawati, menekankan pentingnya peran orang tua dalam menciptakan ruang aman bagi anak, baik di rumah maupun di ruang publik.

“Dinas KBPPPA Gresik mengimbau orang tua untuk lebih waspada dan aktif melindungi anak dari kekerasan seksual melalui edukasi, komunikasi terbuka, dan pemantauan aktivitas anak, baik secara langsung maupun daring,” jelas Titik, Rabu (4/6).

Upaya ini juga didukung dengan berbagai program yang telah dijalankan oleh dinas, mulai dari sosialisasi ketahanan keluarga hingga pembentukan satuan tugas perlindungan.

“Upaya pencegahan dan perlindungan juga dilakukan melalui berbagai program seperti Sekolah Ramah Anak, Pesantren Ramah Anak, Sekolah Orang Tua Hebat, hingga layanan satu atap UPTD PPA yang siap menerima pengaduan dan memberikan pendampingan,” tutup Titik.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Muhammad Wildan Zaky
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.