KabarBaik.co – Misteri kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Arya Daru Pangayunan, 39, terus menjadi sorotan publik. Alumnus UGM angkatan 2005 itu ditemukan meninggal dunia di sebuah rumah kos yang berlokasi di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7) pagi. Kondisinya mengenaskan. Bagian kepalanya terlilit lakban seperti mumi.
Sejak awal, kematian Arya dipenuhi tanda tanya. Dari keterangan pihak kepolisian, kamar 105 tempat ia ditemukan terkunci dari dalam. Tanpa tanda kekerasan di tubuh seperti memar dan sejenisnya. Barang-barang tidak ada yang hilang sehingga menyangkal indikasi perampokan. Selain itu, pemeriksaan awal menunjukkan sidik jari Arya sendiri ditemukan pada lakban, yang secara teknis ini membuka spekulasi bahwa bisa saja ia melilitkan lakban itu sendiri.
Kendati demikian, sebagian kalangan menilai bahwa probabilitas Arya bunuh diri itu sangat kecil, walaupun belum bisa diabaikan sepenuhnya. Mengapa? Bunuh diri dengan cara melilitkan lakban di kepala hingga menyebabkan asfiksia (kekurangan oksigen) sangat amat jarang. Bahkan, dari penelusuran redaksi, sejauh ini di Indonesia belum ada preseden serupa yang tercatat secara resmi.
Namun, bukan berarti tidak pernah ada. Di dunia internasional, metode ini pernah terjadi, salah satunya tercatat dalam jurnal forensik internasional yang ditulis oleh Di Vella et al. (2002). Dalam laporan tersebut, seorang pria berusia 66 tahun ditemukan tewas di mobilnya di Provinsi Bari, Italia. Kepala korban dililit dua lapis lakban hingga menutup rapat mulut dan hidungnya.
Dalam kasus tersebut, juga tidak ada bekas luka atau jejak orang lain. Semua alat bukti mengarah pada aksi itu dilakukan sendiri. Investigasi kemudian menyimpulkan bahwa korban melakukan bunuh diri, setelah ditemukan juga riwayat depresi dalam profil psikologisnya.
Nah, dalam kasus Arya, sejauh ini belum mengemuka tentang riwayat gangguan kejiwaan, surat wasiat, atau motif personal yang kuat yang mengarah ke tindakan bunuh diri. Malah, Arya dikenal sebagai sosok cerdas, aktif, berdedikasi, dan tengah menapaki karier diplomatik dengan baik. Akhir Juli ini dikabarkan bakal mendapat tugas baru ke Finlandia, setelah sebelumnya beberapa kali sempat bertugas di sejumlah negara.
Banyak pihak, termasuk keluarga, kalangan akademik, hingga anggota DPR, mendesak investigasi lebih dalam kematian Arya. Sebab, mereka menduga ada ketidakwajaran dan kejanggalan yang belum terungkap. Penggunaan lakban, kondisi kamar, serta minimnya motif pribadi membuat dugaan pembunuhan terselubung lebih banyak dipercakapkan publik dibanding aksi bunuh diri. Terutama di media sosial.
Hingga kini, publik masih menunggu penjelasan kepolisian tentang hasil autopsi resmi dan analisis laboratorium forensik, yang akan menjadi penentu arah kasus Arya tersebut. Apakah bapak dua anak itu memang mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara yang tak lazim, atau ada tangan ketiga yang merancang semua ini? Jawabannya, polisi tampaknya masih membutuhkan waktu.
Jenazah Tiba di Rumah Duka
Yang pasti, jenazah Arya tiba di rumah duka di Jalan Munggur, Jomblang, Janti, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Mobil ambulans yang membawa jenazah almarhum tiba pada Rabu (9/7) sore, sekitar pukul 15.37 WIB. Tampak dalam iring-iringan kendaraan keluarga serta perwakilan dari Kemenlu RI.
Ratusan pelayat sudah menunggu dari siang. Begitu jenazah tiba, suasana di rumah duka langsung pecah dengan tangisan. Keluarga, kerabat, dan warga sekitar, bergantian masuk ke rumah untuk melihat jasad Arya yang sudah berada dalam peti jenazah. “Daru… Daru,” ujar sejumlah pelayat yang larut dalam suasana duka karena kepergian almarhum.
Meta Bagus, kakak ipar almarhum, menyampaikan, setelah jenazah disemayamkan dan didoakan bersama, prosesi pemakaman akan langsung dilaksanakan. Almarhum dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sunten, Banguntapan, Kabupaten Bantul. “Kurang lebih sekitar 3 kilometer dari sini,” ungkapnya kepada awak media.
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI Kemenlu RI Judha Nugraha turut hadir langsung ke rumah duka. Di hadapan keluarga besar almarhum dan para pelayat, Judha mengenang sosok Arya. Suaranya terdengar bergetar saat menceritakan perjalanan pengabdian Arya yang dikenalnya sebagai pribadi hangat, rendah hati, dan sangat berdedikasi.
“Mas Daru bergabung di Kemenlu tahun 2014. Penempatan pertamanya di Dili, Timor Leste, lalu dilanjutkan dengan penugasan di Buenos Aires, Argentina. Di mana pun ditugaskan, beliau selalu menunjukkan profesionalisme dan kepedulian tinggi terhadap WNI,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Pada 2022, Arya bergabung dengan Direktorat Perlindungan WNI Kemenlu, di mana kiprahnya semakin dirasakan. Arya dikenal tak hanya sebagai pekerja keras, tapi juga sosok penolong bagi banyak warga negara Indonesia di luar negeri. “Beliau adalah pribadi yang tidak pernah lelah membantu sesama. Sosok yang begitu dicintai, baik oleh senior maupun juniornya. Kami kehilangan figur yang sangat berharga,” tambah Judha.
Arya sejatinya telah dipersiapkan untuk penugasan baru sebagai diplomat di KBRI Helsinki, Finlandia, pada akhir Juli 2025. Namun takdir berkata lain. “Allah telah merencanakan yang terbaik untuknya. Perpisahan ini sangat berat. Tapi kami percaya, almarhum berpulang dalam keadaan husnul khotimah. Kami bersaksi, almarhum adalah orang baik,” tuturnya.
Kemenlu pun menyampaikan duka mendalam atas kepergian Arya Daru Pangayunan. Doa dan harapan ketabahan turut disampaikan untuk keluarga yang ditinggalkan. (*)