KabarBaik.co – Naiknya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) serta tunjangan perumahan anggota DPRD Jombang menjadi sorotan utama dalam audiensi antara DPRD Jombang dan kelompok Cipayung Plus.
Audiensi yang berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Jombang ini dihadiri sekitar 50 peserta. Hadir dalam pertemuan tersebut jajaran pimpinan DPRD, perwakilan eksekutif, aparat keamanan dari Polres dan Kodim 0814 serta mahasiswa dari organisasi Cipayung Plus seperti GMNI, HMI, PMII, dan IMM.
Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmadji, memimpin langsung pertemuan yang berlangsung cukup dinamis itu.
Dalam kesempatan itu, Cipayung Plus menyampaikan dua kelompok tuntutan isu nasional dan isu regional. Isu nasional meliputi reformasi partai politik, pengesahan RUU Perampasan Aset.
Sementara tuntutan regional menyoroti persoalan lokal, termasuk evaluasi kenaikan tunjangan DPRD, desakan terhadap kinerja dewan, dan peninjauan ulang atas kenaikan PBB P-2 yang dinilai membebani masyarakat.
Ketua GMNI Jombang Daffa Raihananta menilai kebijakan kenaikan PBB P-2 dilakukan secara terburu-buru dan kurang sosialisasi. Ia mengapresiasi rencana Bupati Jombang untuk menurunkan tarif pajak pada 2026, namun menuntut transparansi dalam dasar hukum pemberian keringanan.
“Kami ingin kejelasan soal regulasi yang digunakan, dan memastikan semuanya berpihak pada rakyat,” kata Daffa Jum’at (12/9).
Senada, Ketua PMII Jombang Asrorudin menyoroti penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dinilai tidak melibatkan masyarakat dan perangkat desa.
“Harusnya masyarakat dilibatkan, bukan hanya pihak ketiga. Kenaikan tunjangan perumahan dewan juga perlu dievaluasi. Kami tidak menolak, tapi menuntut empati,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kabid Penetapan dan Pendataan Bapenda Jombang, Satria, menjelaskan bahwa penetapan NJOP telah dilakukan melalui appraisal independen, sesuai ketentuan.
SPPT PBB P-2 sendiri diatur dalam Perda No. 13 Tahun 2023 yang ditetapkan oleh Pj. Bupati kala itu, dengan tujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun Satria mengakui, sejak awal pihaknya sudah mengingatkan potensi dampak kebijakan tersebut. Selama 2024, terdapat sekitar 12 ribu aduan masyarakat terkait keberatan NJOP, dan hingga pertengahan 2025 sudah ada tambahan 4 ribu aduan.
“Kami apresiasi DPRD yang telah merevisi Perda No. 13 Tahun 2023. Bupati juga tidak keberatan jika PAD berkurang hingga Rp15 miliar demi meringankan beban masyarakat,” ujarnya.
Bapenda juga tengah menjalankan program Jempol (Jemput Bola) untuk mendata ulang objek pajak dan menerima pengaduan langsung dari warga di desa-desa.
Sementara itu, Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmadji, menegaskan komitmen dewan dalam mendengar aspirasi masyarakat.
“Revisi Perda ini adalah bukti bahwa kami tidak tinggal diam. Bahkan sebelum isu ini ramai secara nasional, kami sudah melakukan langkah preventif,” tegasnya.
Audiensi ditutup dengan komitmen terbuka antara DPRD, Pemkab, dan kelompok mahasiswa untuk terus mengawal isu pajak dan kebijakan publik lainnya agar tetap berpihak pada rakyat. (*)