KabarBaik.co- Dalam budaya Jawa yang kaya akan cerita mistis, banyak makhluk halus atau makhluk gaib yang dipercaya menghuni sudut-sudut gelap desa, hutan, maupun pemakaman. Salah satu makhluk yang cukup terkenal dan menyeramkan adalah Setan Ndas Glundung. Mitos ini hidup dari mulut ke mulut, menimbulkan rasa takut, namun juga menjadi pengingat akan nilai-nilai moral dan spiritual dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Si Kepala Menggelinding
Setan Ndas Glundung berasal dari dua kata: ndas yang berarti kepala, dan glundung yang berarti menggelinding. Dalam cerita rakyat, makhluk ini digambarkan sebagai sebuah kepala tanpa tubuh yang bisa bergerak sendiri dengan cara menggelinding, sering kali disertai suara tertawa menyeramkan, jeritan, atau bau anyir darah.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, Ndas Glundung dulunya adalah arwah dari seseorang yang mati penasaran atau menjalani hidup yang penuh dosa, seperti pembunuh, pengkhianat, atau orang yang terkena kutukan. Arwahnya tidak diterima di alam baka, sehingga gentayangan menjadi makhluk tanpa tubuh. Ia sering muncul di malam hari, terutama di tempat-tempat sepi seperti pemakaman, hutan, dan persawahan. Beberapa ciri khas dari kehadiran Ndas Glundung antara lain:
- Bau anyir darah yang sangat menyengat.
- Suara bola menggelinding di lantai atau tanah.
- Sering terdengar suara tawa atau tangisan di tengah malam.
- Hewan seperti anjing atau ayam tiba-tiba ketakutan atau ribut.
Mitos ini juga memperingatkan bahwa orang yang tidak menghormati orang tua, melakukan kejahatan, atau melanggar norma adat, bisa saja bernasib sama—menjadi makhluk gentayangan seperti Ndas Glundung.
Salah satu cerita lokal dari daerah Gunung Kidul menyebutkan bahwa pernah ada seorang warga yang melihat bola bercahaya menggelinding dari arah makam tua. Saat didekati, bola itu berubah menjadi kepala manusia dengan mata merah menyala dan rambut kusut penuh tanah. Warga itu jatuh sakit selama berhari-hari dan baru sembuh setelah diruwat atau dibersihkan secara spiritual.
Mitos Setan Ndas Glundung tidak sekadar cerita seram untuk menakut-nakuti. Ia merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Jawa yang penuh dengan pesan moral: bahwa perbuatan jahat di dunia akan mendapat balasan, dan pentingnya hidup dalam keselarasan dengan nilai spiritual serta etika sosial. Percaya atau tidak, kisah ini tetap menjadi bagian penting dari cerita rakyat yang menjaga batas antara dunia nyata dan dunia tak kasat mata.