KabarBaik.co – Organisasi Panca Gatra melaporkan dugaan mafia tanah di Desa Banjarsari, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, ke Polres Blitar. Laporan ini terkait kebijakan mantan Bupati Blitar, Rini Syarifah, yang akan menjadikan lahan di desa tersebut sebagai bagian dari program kehutanan sosial.
Yusuf Wibisono, ketua Tim Panca Gatra menegaskan, Desa Banjarsari sejak 1938 merupakan tanah adat yang sudah dihuni dan dikelola masyarakat secara turun-temurun. Karena itu, warga mengajukan redistribusi tanah sesuai Perpres Nomor 86 Tahun 2018 dan Perpres Percepatan Nomor 62 Tahun 2023 yang menyatakan tanah yang telah dikelola selama lebih dari 20 tahun dapat diminta oleh warga, baik secara kelompok maupun perorangan.
“Kami mendampingi kelompok masyarakat (pokmas) maju terus dalam memperjuangkan hak warga atas tanah ini. Sosialisasi dari dinas terkait telah dilakukan, namun sebagian besar warga menolak program kehutanan sosial karena mereka memahami bahwa tanah ini bukan hutan, melainkan tanah adat,” ujar Yusuf, Jumat (28/2).
Sementara itu, Supriarno dari Bidang Hukum Panca Gatra menambahkan, lahan tersebut awalnya masuk dalam wilayah Kecamatan Sutojayan pada 1990, sebelum kemudian menjadi bagian dari Kecamatan Wonotirto pada 1993. Menurutnya, ada indikasi praktik mafia tanah yang dilakukan secara terselubung. Termasuk manipulasi dan janji sertifikasi tanah tanpa penjelasan yang jelas kepada masyarakat.
“Panca Gatra telah meminta penghentian program kehutanan sosial sejak 25 Januari 2024. Total luas tanah yang diajukan untuk redistribusi mencapai 1.014 hektare, dan proses redis ini sudah berjalan sejak 2002 hingga diperbarui pada 2023. Saat ini, prosesnya sedang ditangani oleh pemerintah pusat,” jelasnya.
Pada 19 Februari 2025, tepat di hari terakhir masa jabatan Rini Syarifah sebagai bupati Blitar, Panca Gatra secara resmi melaporkan dugaan mafia tanah tersebut ke Polres Blitar. Laporan ini pun mendapat tanggapan positif, termasuk dari Komisi I DPRD Kabupaten Blitar.
“Kami telah menerima respons dari Tim Percepatan Reforma Agraria melalui email, yang menyatakan bahwa dari total lahan tersebut, sekitar 800 hektare akan menjadi hak milik rakyat, sementara sisanya akan dialokasikan untuk fasilitas umum dan sosial. Kami juga telah mengajukan permohonan pembatalan program kehutanan sosial kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Supriarno.
Panca Gatra berharap masyarakat Desa Banjarsari menyadari pentingnya memperjuangkan status tanah sebagai tanah redistribusi, bukan bagian dari program kehutanan sosial. Proses komunikasi dengan pemerintah pusat akan terus dilakukan untuk memastikan hak warga atas tanah mereka tetap terlindungi.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Blitar, Iwan Dwi Winarno, membantah seluruh tudingan yang disampaikan oleh Panca Gatra terkait dugaan penyimpangan dalam program perhutanan sosial. Menurutnya, Dinas Perkim hanya menjalankan program yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia juga menegaskan bahwa wilayah yang dipermasalahkan termasuk dalam Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Iwan menjelaskan, skema program tersebut memiliki dua mekanisme utama. Pertama, untuk hunian rumah tinggal serta fasilitas umum dan sosial akan mendapatkan sertifikat hak milik (SHM). Kedua, untuk lahan garapan akan diberikan hak pengelolaan dalam skema perhutanan sosial dengan masa berlaku selama 35 tahun, yang nantinya dapat diperpanjang.
Terkait klaim bahwa masyarakat tidak diberikan pemahaman yang jelas mengenai program ini, Iwan membantahnya. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi secara menyeluruh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurutnya, Dinas Perkim hanya berperan sebagai fasilitator dari program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Kami sudah memberikan penjelasan kepada masyarakat. Keputusan yang diterbitkan memang bersifat kolektif, namun hal itu nantinya akan menjadi dasar bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menerbitkan sertifikat hak milik secara individual bagi masing-masing penerima,” kata Iwan.
Mengenai laporan yang diajukan oleh Panca Gatra ke Polres Blitar, Iwan mengaku belum mengetahuinya. Namun, ia memastikan bahwa seluruh proses yang dilakukan Dinas Perkim telah sesuai dengan regulasi yang ada serta sejalan dengan program pemerintah pusat.
“Soal tuduhan mafia tanah, saya tegaskan bahwa kami hanya menjalankan dan mendukung kebijakan pemerintah pusat. Peran kami sebatas memfasilitasi dan menyosialisasikan program perhutanan sosial kepada masyarakat sesuai aturan yang berlaku,” tandas Iwan. (*)