KabarBaik.co – Puluhan pedagang di kawasan makam Gus Dur, Tebuireng, Jombang, memprotes penetapan tarif sewa kios baru yang mereka anggap terlalu mahal. Tarif yang ditetapkan oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Jombang berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 12 juta per tahun.
Dalam forum sosialisasi yang diadakan pada Rabu (12/2), para pedagang menyampaikan penolakan mereka terhadap tarif tersebut. Mereka merasa tidak dilibatkan secara merata dalam sosialisasi, dan hanya beberapa blok pedagang yang diundang.
“Seharusnya, semua pedagang diundang. Kenapa hanya beberapa yang diberi undangan?” ujar salah satu pedagang yang hadir.
Ketua paguyuban Lapak Gus Dur, Anshori mengungkapkan keterkejutannya dengan tarif sewa yang mencapai Rp 5 juta per tahun. Menurutnya, tarif ini sangat membebani pedagang.
“Ini sangat membebani kami. Sebelumnya, kami hanya dikenakan retribusi bulanan dengan biaya yang jauh lebih terjangkau. Sekarang, tiba-tiba ada tarif sewa yang sangat tinggi. Kami ingin tahu alasan di balik penetapan harga ini, tetapi pihak yang melakukan penilaian malah menghindar,” keluh Anshori saat di temui wartawan pada Kamis (13/2).
Para pedagang juga mengeluhkan bahwa pendapatan mereka sangat bergantung pada pengunjung yang datang ke makam Gus Dur. Namun, masa ramai hanya berlangsung beberapa bulan dalam setahun, sementara pada bulan-bulan lainnya, pengunjung sangat sepi.
“Saya hanya bisa membayar antara Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per tahun. Itu sudah terasa sangat berat. Memang, ada beberapa bulan yang ramai, tapi sebagian besar waktu, kami hanya mengandalkan sedikit pengunjung,” ujar salah satu pedagang.
Sementara itu, Kepala Disporapar Jombang Bambang Nurwijanto, menjelaskan bahwa penetapan tarif sewa kios ini merupakan konsekuensi dari penyerahan aset kawasan makam Gus Dur dari pemerintah pusat kepada Pemkab Jombang.
“Tarif sewa yang kami tetapkan bervariasi, antara Rp 5 juta hingga Rp 12 juta per tahun, tergantung pada ukuran kios yang dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Kami memahami bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan reaksi, jadi kami akan melakukan sosialisasi lebih lanjut,” pungkasnya. (*)