Pelda Dulhadi: Dari Medan Tempur ke Sawah Kering, Menyemai Harapan Ciptakan Padi Malai Jumbo

oleh -97 Dilihat
1c074699 4e77 4d9b b5f5 883e0a435b83 1
Pelda Dulhadi, Anggota Babinsa Kodim 0812/Lamongan yang menciptakan bibit padi unggul PMJ. (Foto: Muhammad Wildan Zaky)

KabarBaik.co – Sorot mata itu tajam seperti elang di langit siaga. Namun dalam teduh kelopak matanya, tersimpan kesabaran seorang petani yang terbiasa menunggu musim panen tiba.

Tubuhnya tegap meski agak kurus. Tapi, genggamannya keras seakan mencengkeram takdir yang ingin ia ubah, takdir tanah kering agar tetap melahirkan padi.

Dialah Pelda Dulhadi, anggota Babinsa Kodim/0812 Lamongan. Prajurit TNI AD kelahiran Januari 1976, yang kini dikenal bukan hanya sebagai tentara, melainkan juga inovator pertanian.

Sejak kecil, hidupnya tak jauh dari padi. Lahir dari keluarga petani, aroma lumpur sawah dan desir batang padi yang bergoyang dihembus angin menjadi bagian dari masa kecilnya. “Saya ini dari kecil sudah hidup dengan padi,” kenangnya.

Dari kedekatan itulah lahir keteguhan untuk terus belajar, hingga di usia yang tak lagi muda ia berani melahirkan karya: bibit padi unggulan yang diberinya nama PMJ 01 — Padi Malai Jumbo.

Perjalanan menemukan PMJ 01 bukan jalan pintas. Sejak 2021, Dulhadi mulai melakukan percobaan-percobaan kecil. Tak pernah gagal memang, tapi ia belum berani mengumumkan hasilnya. “Saya tanami, saya amati, saya ulang lagi. Sampai tiga tahun lamanya,” ujarnya.

Prosesnya seperti doa panjang yang diulang-ulang, menyilangkan, memilih bulir terbaik, menanam lagi dari satu biji, lalu menunggu. Terkadang butuh perlakuan tiga kali hingga akhirnya tumbuh serempak.

Menurutnya, kesabaran adalah pupuk utama dalam inovasi ini. Hingga pada 2025, barulah ia berani menyodorkan temuannya kepada publik.

Nama Padi Malai Jumbo bukan sekadar label. Dalam satu malai, PMJ mampu menghasilkan lebih dari 500 butir padi, di atas rata-rata padi biasa. Keunggulan lain, umur tanam yang jauh lebih singkat. Jika padi biasa butuh 65 hari untuk mengeluarkan malai, PMJ cukup 45 hari.

“Kalau musim tanam ketiga, saat air sudah terbatas, petani biasanya gagal panen. Tapi dengan PMJ, mereka tetap bisa panen,” jelasnya.

PMJ lahir dari kenyataan pahit. Desa Jotosanur, tempat Dulhadi tinggal, adalah lahan kering. Air terbatas, tanah keras, dan petani kerap bingung menyesuaikan diri dengan kondisi alam. Dari sanalah ia memulai pencarian padi yang bisa hidup di tanah yang keras kepala itu.

Bersama dua sahabatnya, seorang kawan komunitas pertanian di Ngawi dan seorang tetangga dekat, ia melakukan puluhan kali persilangan. Perlahan, benih harapan itu tumbuh. Kini, PMJ sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia, menjadi alternatif nyata bagi lahan-lahan kritis yang semula dianggap tak lagi bisa diharapkan.

Meski namanya kian dikenal, Dulhadi tetaplah seorang Babinsa. Ia masih bertugas di Koramil, menjalankan perintah dinas dengan disiplin. Namun di sela-selanya, ia kembali ke sawah, ke lahan percobaan di Kampung Pandu Integrated Farming, Desa Jotosanur.

“Saya sehari-hari masih bertugas sebagai babinsa di Koramil. Jadi kalau ada kegiatan koramil saya bertugas di koramil. Kalau tidak ada ya saya di Kampung Pandu ini, mengamati tanaman,” ucapnya.

Kampung Pandu sendiri dulunya hanyalah tanah tandus, bekas lintasan offroad. Tapi berkat instruksi Dandim Lamongan, Letkol Arm Ketut Wira Purbawan, lahan itu disulap menjadi lumbung pangan, sekaligus laboratorium terbuka tempat Dulhadi dan kawan-kawan melakukan eksperimen.

“Ya boleh dibilang saya ini golongan tua, harus memberikan contoh dan warisan kepada anggota yang lebih muda,” katanya, mantap.

Bagi Dulhadi, bertani sejatinya mudah. Hanya saja, seringkali orang malas belajar tentang karakter padi yang ditanam. Padahal, menurutnya, satu jenis padi harus ditanam minimal tiga kali untuk benar-benar mengenal karakternya. Setiap padi, seperti manusia, punya sifat berbeda, cara tumbuhnya, daya tahannya, bahkan bagaimana ia merespons air.

Namun, ia juga jujur PMJ bukan tanpa kelemahan. Peranakannya sedikit. Tapi bagi petani, keunggulan berupa umur panen singkat, hasil berlimpah, dan kualitas beras yang pulen serta wangi sudah cukup memberi semangat baru.

Kini, ia hanya berharap PMJ bisa menjadi jalan keluar bagi petani di seluruh Indonesia. Bukan sekadar varietas unggul, tapi simbol ketekunan, kesabaran, dan cinta seorang prajurit pada tanah air—secara harfiah, tanah yang ia garap demi kehidupan.

“Tidak ada maksud tendensius apa-apa,” tuturnya pelan. “Antusiasme para petani yang terus ingin belajar menjadi semangat saya,” imbuhnya.

Dan di antara langkahnya yang tegap, kita tahu, Pelda Dulhadi telah menorehkan jejak yang tak hanya membekas di tanah, tapi juga di hati para petani.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Muhammad Wildan Zaky
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.