KabarBaik.co – UPT SDN 375 Gresik di Dusun Tanah Merah, Desa Paromaan, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, tak mendapatkan satu pun murid baru pada tahun ajaran 2025/2026.
Plt Kepala SDN 375 Gresik Saiful Bahri, menyebut ketiadaan pendaftar baru bukan karena minat belajar yang menurun, melainkan karena tidak ada anak usia sekolah tahun ini.
“Tahun ini memang tidak ada lulusan RA atau TK yang masuk SD. Selain karena usia belum cukup, sebagian besar warga juga merantau, beberapa rumah kosong,” ujarnya, Kamis (17/7).
Letak sekolah yang berada di puncak pegunungan dan jauh dari pemukiman padat membuat akses menuju SDN 375 semakin sulit dijangkau. Dusun Tanah Merah hanya dihuni oleh 42 kepala keluarga, sebagian besar dari mereka bekerja di luar daerah.
“Ini bukan karena minat sekolah menurun, tapi karena memang tidak ada anak usia SD tahun ini. Tahun depan diperkirakan ada empat anak,” ucap Saiful.
Situasi ini membuat SDN 375 hanya memiliki 15 siswa aktif dari kelas 1 hingga 6, dengan rata-rata dua siswa per kelas. Padahal, beberapa tahun lalu jumlah siswa masih berkisar 30 orang. “Murid baru kadang cuma satu, kadang dua atau tiga,” tambahnya.
Jika pemerintah melakukan merger atau penggabungan lembaga pendidikan dasar dengan jumlah siswa minim. Letak sekolah terdekat dari SDN 375, terletak di dusun lain dalam desa yang sama dan memiliki jarak sekitar 4 kilometer dengan kondisi medan yang tak bisa dianggap sebagai perkara mudah.
“Harus melewati jalan naik turun, berbukit, licin dan berlumut. Kalau SDN 375 ditutup dan digabung, maka anak-anak di sini kemungkinan besar tidak akan sekolah,” jelas Saiful prihatin.
Kendati demikian, dari sisi infrastruktur, SDN 375 tergolong cukup memadai. Bangunan sekolah tak terdampak gempa yang mengguncang Bawean tahun lalu, bahkan mendapat bantuan renovasi. Namun sistem alokasi anggaran yang berbasis jumlah murid membuat sekolah ini kerap menerima jatah terbatas.
“Bantuan tetap ada, tapi memang tak sebanyak sekolah dengan jumlah siswa yang banyak,” imbuhnya.
Pemerintah Kabupaten Gresik melalui program Invest berupaya menjaga eksistensi sekolah-sekolah kecil di pelosok. Program ini memungkinkan sekolah tetap berdiri meski jumlah siswa sedikit. Namun, menurut Saiful, bayang-bayang merger masih menjadi ancaman nyata.
“Saya sudah berkomunikasi dengan dinas pendidikan, komite juga. Hasilnya kalau merger diterapkan di sini, anak-anak bisa benar-benar berhenti sekolah. Ini bukan hanya soal biaya, tapi akses yang sangat menyulitkan,” pungkasnya.(*)